Sakawarta, Jakarta – Aliansi Ekonom Indonesia yang beranggotakan ratusan ekonom dan akademisi menyampaikan seruan bersama berupa Tujuh Desakan Darurat Ekonomi.
“Pernyataan ini ditandatangani oleh 383 ekonom dan akademisi bidang ekonomi serta 283 pendukung lintas profesi per 9 September 2025 pukul 12.00,” dikutip dari siaran resmi pada Kamis (11/9/2025).
Dalam konferensi pers yang dimoderatori oleh ekonom Lili Yan Ing, sejumlah tokoh seperti Vivi Alatas, Elan Satriawan, Teuku Riefky, Rizki Nauli Siregar, Rimawan Pradiptyo, Yose Rizal Damuri, hingga Titik Anas hadir sebagai perwakilan aliansi.
“Sebagai ekonom, kami berkewajiban menyampaikan dengan data, fakta, dan analisa bahwa para penyelenggara negara harus segera melakukan reformasi kebijakan ekonomi yang komprehensif, memastikan pertumbuhan inklusif, menciptakan lapangan kerja berkualitas, dan menjamin kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat,” ujar Lili.
Aliansi menilai kualitas hidup masyarakat Indonesia mengalami penurunan secara masif dan sistemik. Vivi Alatas dan Elan Satriawan menekankan bahwa persoalan ini bukan semata akibat tekanan global, melainkan akumulasi kebijakan yang tidak amanah, sehingga memunculkan ketidakadilan sosial dan ekonomi.
Beberapa masalah utama yang disorot antara lain pertumbuhan ekonomi yang tak inklusif, ketimpangan antarwilayah dan kelompok sosial, menyusutnya lapangan kerja berkualitas, serta kebijakan publik yang tidak berbasis bukti.
Aliansi juga menilai negara belum hadir dalam melindungi masyarakat dari pungutan liar maupun maraknya judi online, hingga tercederainya kontrak sosial antara negara dan warganya.
“Dua benang merah dari persoalan ini adalah misalokasi sumber daya yang masif serta rapuhnya institusi penyelenggara negara karena konflik kepentingan dan tata kelola yang tidak amanah,” tegas aliansi.
Sebagai tindak lanjut, Aliansi Ekonom Indonesia menyampaikan Tujuh Desakan Darurat Ekonomi sebagai berikut:
1. Perbaiki secara menyeluruh misalokasi anggaran dan tempatkan alokasi pada kebijakan serta program yang wajar dan proporsional.
2. Kembalikan independensi dan transparansi institusi penyelenggara negara (BI, BPS, DPR, MA, MK, KPK, BPK, Kejaksaan), bebas dari intervensi politik atau kepentingan tertentu.
3. Hentikan dominasi negara yang melemahkan ekonomi lokal, termasuk keterlibatan BUMN, TNI, dan Polri yang membuat pasar tidak kompetitif serta mengancam UMKM dan sektor swasta.
4. Deregulasi kebijakan dan perizinan, serta penyederhanaan birokrasi untuk menciptakan iklim usaha dan investasi yang sehat.
5. Prioritaskan kebijakan pengurangan ketimpangan dalam berbagai dimensi, baik antarwilayah maupun antar kelompok sosial.
6. Kembalikan pengambilan kebijakan berbasis bukti dan teknokrasi, serta hentikan program populis yang membebani fiskal, seperti makan bergizi gratis, koperasi merah putih, sekolah rakyat, hilirisasi, hingga subsidi energi.
7. Perkuat kualitas institusi dan tata kelola negara, bangun kembali kepercayaan publik, serta berantas konflik kepentingan maupun perburuan rente.
Dalam sesi tanya jawab, para ekonom menekankan pentingnya pembenahan alokasi anggaran, pertumbuhan ekonomi yang inklusif, dan perbaikan kualitas institusi sebagai langkah mendesak untuk memulihkan kesejahteraan rakyat.