Sakawarta, Jakarta – Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mewajarkan apabila ada pihak-pihak yang merasa pekerjaan saat ini memang ada, tetapi hidup tetap susah.
“Jadi wajar bila banyak yang merasa kerjaan sih ada tapi hidup tetap susah,” kata dia dikutip dari akun x/@aniesbaswedan pada Kamis (9/10/2025).
Menurut Anies, hal itu dipicu oleh semakin tingginya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang angkanya semakin meroket dari tahun ke tahun.
“Teman-teman pernah lihat berita tentang gelombang PHK? Angkanya terus naik. Di tahun 2023 ada 64 ribu kasus, tahun 2024 melonjak jadi 77 ribu kasus, dan baru setengah tahun ini 2025 sudah lebih dari 42 ribu orang kehilangan pekerjaan,” ujarnya.
Anies berpandangan, di balik statistik tingginya angka PHK ini ada seorang ayah yang mau tak mau harus begadang lantaran memikirkan tagihan listrik. Kemudian, ada seorang ibu yang harus menjelaskan kepada anaknya mengapa tidak bisa membeli susu.
Di sisi bersamaan, ada juga anak muda fresh graduate atau sarjana muda yang mimpinya buyar lantaran setelah lulus kuliah tidak bisa langsung bekerja.
Anies menekankan, ada hal yang lebih menyakitkan, yakni setiap kali PHK itu terjadi, ada sebagian besar dari mereka tidak pindah ke pekerjaan formal baru, tapi justru jatuh ke sektor informal. Sebab, mencari pekerjaan baru juga tidak mudah.
“Berdagang kecil-kecilan, jualan online yang seadanya, ojek online atau jadi pekerja serabutan,” ucap Anies.
Anies tidak memungkiri bahwa bekerja di sektor informal tetap memberikan penghasilan. Namun, tentu saja hidup menjadi tidak pasti. Musababnya, pekerja belum tentu ditanggung oleh asuransi hingga tidak mendapatkan tunjangan hari raya atau THR di hari besar nasional.
“Tidak ada BPJS, tidak ada THR, apalagi bicara pensiun. Jadi wajar bila banyak yang merasa kerjaan sih ada tapi hidup tetap susah karena pekerjaan pengganti sesudah kena PHK sering cuma sekadar menunda kekhawatiran, bukan pekerjaan yang menyelesaikan masalah,” ujar Anies menegaskan.
Menurut Anies, PHK massal bukan sekadar menjadi masalah pekerja yang terkena saja, tetapi ini sudah menjadi masalah bersama.
Sebab, ketika ribuan orang kehilangan penghasilan tetap, maka akan berdampak pada daya beli masyarakat yang menurun. Ekses dari situ, membuat pasar jadi sepi sehingga pedagang kecil ikut rugi.
“Jadi efek dominonya itu bisa merambat ke mana-mana,” kata Anies.
Anies menerangkan, dalam konteks ini solusinya tidak boleh tambal sulam. Tapi, kata dia, setiap pihak butuh strategi besar untuk menciptakan lapangan kerja yang bermartabat dengan mendorong sektor formal agar tumbuh sehat.
“Memberi insentif bagi usaha yang benar-benar menyerap tenaga kerja dan melindungi pekerja dengan jaminan sosial,” tuturnya.
Artinya, lanjut Anies, negara harus hadir bukan hanya saat orang kehilangan pekerjaan, tetapi jauh sebelumnya, dengan memastikan dunia usaha tetap kondusif serta tenaga kerja terlindungi.
“Jadi, teman-teman, PHK massal adalah alarm bahwa kita tidak bisa hanya bicara angka pertumbuhan. Tapi yang lebih penting adalah apakah setiap orang punya pekerjaan yang membuat hidupnya aman dan layak, karena lapangan pekerjaan itu lebih dari sekadar soal mencari nafkah. Tapi lapangan pekerjaan adalah soal menjaga martabat manusia,” kata Anies Baswedan.