Site icon sakawarta.com

Ekonom Beri Solusi Jangka Pendek yang Mudah Diambil Prabowo Tanpa Hentikan Program MBG

Guru Besar Ekonomi Unand Prof Syafruddin Karimi. Foto: ist.

Sakawarta, Jakarta – Ekonom dari Universitas Andalas (Unand) Syafruddin Karimi menyinggung pengalaman sebuah dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) yakni Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) semisal dalam hal menyiapkan antara 3.000 hingga 4.000 porsi makanan setiap hari. Menurut dia, harus ada strategi cepat agar program ini tidak menjadi masalah yang carut-marut.

Syafruddin merespons isu terkait banyaknya permasalahan pada program MBG yang sangat diprioritaskan oleh pemerintah Presiden Prabowo Subianto tersebut.

“Sudahkan punya pengalaman selama ini? Hampir pasti belum. Sebagai perbandingan, adakah rumah makan atau bisnis katering di kota Padang dengan kapasitas seperti diharapkan program MBG? Saya percaya belum ada,” kata Syafruddin dalam keterangannya dikutip Senin (22/9/2025).

Ia menyarankan pemerintah untuk merevisi strategi MBG secara cepat dan tepat, semisal satu SPPG hanya melayani satu sekolah dan harus ada maksimal siswa-siswi yang dapat menerima manfaat program tersebut. SPPG juga harus dibangun di sekolah agar dapat dikontrol dengan baik.

“Kalau untuk siapkan 500 porsi mungkin masuk akal. Satu dapur untuk layani satu sekolah dengan jumlah murid maksimum 500. Ini masuk akal dengan risiko bisa ditekan minimum,” ujarnya.

“Dengan strategi ini dampak pemerataannya makin terasa. Ini solusi jangka pendek yang mudah diambil tanpa hentikan program MBG,” ucap Syafruddin menambahkan.

Menurut dia, kalau pemerintah mengevaluasi MBG terlebih dahulu, maka hanya akan habis Waktu. Akhirnya, lanjut dia, daya serap tetap rendah.

“Yang perlu segera dilakukan ubah strategi. Dari banyak pengalaman dengan risiko keracunan yang membuat orang tua ketakutan psikologis dan 5.000 dapur fiktif yang ditemukan, kiranya sudah cukup alasan buat Presiden Prabowo putuskan untuk format dan strategi baru,” katanya.

Ia memberi usulan, pemerintah bisa fokus membangun dapur modern di setiap sekolah sesuai kebutuhan. Di sisi bersamaan, harus merekrut chef atau juru masak dan menempatkan pengelola yang terintegrasi dengan sekolah.

“Alokasi anggaran sekitar Rp300 triliun itu sudah lebih dari cukup. Target murid yang mampu dilayani bisa jadi lebih banyak dengan anggaran sama,” ucapnya.

Menurut dia, dengan melakukan sarannya tersebut, maka tahun depan biaya pelayanan akan lebih rendah, karena infrastruktur dapur sudah tersedia sebagai barang modal pada setiap sekolah.

“Tahun depan ditambah lagi bangun dapur di sekolah yang belum kebagian. Akhirnya semua sekolah akan punya dapur dan ruang makan buat murid dan guru sebagai modal pendidikan. Dengan cara itu tepatlah kita mau belajar ke Jepang maupun ke China. MBG bukan gagal, tetapi kita koreksi format dan strategi,” katanya.

Exit mobile version