Site icon sakawarta.com

Ekonom Wanti-wanti Prabowo Jangan Tunduk pada Liberalisasi Digital terkait Transfer Data Pribadi ke AS

Prof. Dr. Syafrudin Karimi, SE, MA, pakar ekonomi Universitas Andalas (Foto: dok. Humas Unand).

Sakawarta.com, Jakarta – Ekonom dari Universitas Andalas (Unand) Prof. Dr. Syafruddin Karimi mengingatkan, dalam menghadapi klausul transfer data pribadi ke Amerika Serikat (AS) dalam perjanjian perdagangan resiprokal 2025, maka Indonesia harus bersikap tegas, berdaulat, dan tidak tunduk pada tekanan liberalisasi digital yang mengorbankan hak warganya.

Menurut dia, transfer data pribadi bukan sekadar isu teknis dagang, melainkan menyangkut kedaulatan digital, keamanan nasional, dan keadilan ekonomi.

Ia menegaskan, Pemerintah Indonesia di era Presiden Prabowo Subianto tidak boleh menyetujui skema transfer data lintas batas secara otomatis tanpa adanya perlindungan hukum yang memadai, terutama mengingat Amerika Serikat rezim Presiden Donald Trump belum memiliki undang-undang perlindungan data federal yang setara dengan GDPR Eropa.

“Setiap permintaan akses data dari perusahaan atau entitas AS harus disertai syarat yang setara: perlindungan hukum timbal balik, hak audit bagi otoritas Indonesia, dan kontrol penuh atas data strategis warga negara,” kata Syafruddin dalam keterangan resmi dikutip Sabtu (26/7/2025).

Ia menekankan, Indonesia juga perlu menegosiasikan klausul data sovereignty dalam perjanjian, memastikan bahwa data warga tetap berada dalam yurisdiksi hukum nasional, bahkan jika diproses di luar negeri.

“Tidak kalah penting, Indonesia sebaiknya menunda komitmen internasional tentang transfer data sampai UU Perlindungan Data Pribadi benar-benar operasional dan otoritas pengawasnya terbentuk,” ucapnya.

Jika tidak, kata dia, Indonesia berisiko tidak mampu melindungi hak warganya di hadapan perusahaan raksasa teknologi global.

Lebih jauh, lanjutnya, Indonesia sebaiknya tidak menghadapi isu ini secara bilateral saja, tetapi membawanya ke forum regional seperti ASEAN atau G77 agar posisi negara berkembang terhadap arsitektur data global lebih kuat dan solid.

“Transfer data pribadi tidak boleh ditukar dengan akses pasar yang semu. Indonesia harus memastikan bahwa setiap byte data yang keluar membawa keadilan, imbal balik, dan kontrol nasional yang utuh,” katanya.

Exit mobile version