Site icon sakawarta.com

Korupsi akan Menjadi Faktor Terbesar yang Mengancam Koperasi Desa Merah Putih

Pengamat ekonomi dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin. Foto: tangkapan layar.

Sakawarta, Jakarta – Pemerintah akan menggelontorkan dana sebesar Rp16 triliun untuk Koperasi Desa Merah Putih (KMP) yang diambilkan dari Saldo Anggaran Lebih (SAL). Dengan asumsi nilai kredit masing-masing sebesar Rp3 miliar, maka dalam waktu dekat sebanyak 5.000 koperasi akan mulai beroperasi.

Diperlukan kehati-hatian ekstra bagi para pihak yang terlibat dalam program ini, sehingga program prioritas yang diharapkan menjadi motor pertumbuhan ekonomi tidak berubah menjadi masalah besar dikemudian hari.

Apa betul KMP akan menstimulus pertumbuhan ekonomi?

Jika KMP hanya menjalankan bisnis yang selama ini sudah dilakukan oleh Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan warung milik masyarakat (misal: distribusi pupuk, beras, benih, gas elpiji, dan lain-lain), maka program ini tidak memperbesar kue ekonomi tetapi hanya mengambil alih kue yang sudah ada, sehingga dampak bagi pertumbuhan ekonomi pun sangat minimal.

Bahkan, investasi yang dilakukan oleh KMP hanya akan menghasilkan duplikasi, sehingga justru meningkatkan inefisiensi ekonomi. Usulan solusi: KMP didorong untuk berinovasi dan menciptakan bisnis baru.

Apa tantangan utama KMP untuk berkembang?

Format KMP dimana mereka yang bergabung akan mendapatkan gaji bulanan dikhawatirkan hanya akan menarik sosok-sosok dengan mental karyawan; mereka bergabung sekadar untuk mendapatkan gaji bulanan. Padahal, untuk bisa berkembang, KMP membutuhkan sosok-sosok entrepreneurial yang ini tidak bisa dibentuk secara instant melalui training-training singkat.

Usulan solusi: proses seleksi calon karyawan harus mengedepankan merit system, visi entrepreneurial merupakan parameter penting seleksi, dan gaji/insentif yang diberikan dikaitkan dengan kinerja KMP.

Apakah KMP harus hadir di setiap desa?

Koperasi Unit Desa (KUD) yang pernah melegenda, kendatipun menggunakan kata “desa”, sebenarnya hadir di setiap kecamatan, bukan desa. Dalam konteks saat ini, jika dipaksakan berdiri di setiap desa, dikhawatirkan akan banyak KMP gulung tikar, mengingat belum tentu setiap desa mempunyai potensi ekonomi yang memadai bagi kehadiran sebuah koperasi.

Usulan solusi: perlu dilakukan need analysis setiap desa, tidak perlu dipaksakan satu desa satu koperasi. Bisa jadi, satu KMP untuk melayani beberapa desa akan merupakan solusi yang realistis di banyak tempat.

Bagaimana dengan risiko kredit macet?

Keberadaan Dana Desa sebagai jaminan kredit berpotensi menimbulkan moral hazard baik dikalangan para pengelola/karyawan KMP maupun para bankir. Bisa jadi mereka akan berpikir bahwa kredit seolah sudah dijamin dan tidak perlu bertanggung jawab jika terjadi default.

Usulan Solusi: Bank-bank pemberi kredit diwajibkan menjalankan proses kredit yang profesional, menolak kredit bagi KMP yang tidak layak tidak boleh dianggap sebagai penentangan atas kebijakan Pemerintah.

Bagaimana dengan korupsi?

Indonesia adalah negara dengan tingkat korupsi sangat tinggi. Program-program dengan biaya besar serta dijalankan secara masih dan tergesa-gesa sangat rentan dijadikan ajang korupsi.

KMP yang dijalankan secara masif hingga di seluruh penjuru Indonesia memenuhi hampir seluruh syarat untuk dijadikan mainan para koruptor; berbagai strategi pengawasan akan sulit dilakukan. Bisa jadi, korupsi akan menjadi faktor terbesar yang mengancam keberadaan program ini.

Usulan solusi: No idea.

Apa risiko yang muncul jika bank mengeksekusi Dana Desa sebagai jaminan kredit?

Hampir bisa dipastikan masyarakat desa akan melakukan protes jika Dana Desa yang menjadi hak mereka diambil oleh bank. Protes ini akan menjadi isu nasional apabila terjadi secara bersamaan di ribuan desa; ini berpotensi menimbulkan gangguan ekonomi dan politik.

Usulan solusi: seluruh proses pembentukan KMP dan analisa kredit harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian, dengan standard GCG yang tinggi.

Kopdes Merah Putih mempunyai tujuan mulia, yaitu mendongkrak kesejahteraan masyarakat Indonesia. Hal mulia harus dimulai dengan cara dan strategi yang benar oleh tim yang tepat. Jika tidak, program dengan biaya fantastis ini berpotensi menjadi masalah besar dikemudian hari.

Para stakeholder yang terlibat harus menerawang jauh ke depan, paling tidak 2-5 tahun dari sekarang. Jangan sampai mereka membayangkan kesuksesan tetapi yang dihadapi nanti justru kesusahan.

Exit mobile version