Sakawarta, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menerbitkan aturan terkait produk asuransi kesehatan pada triwulan I atau triwulan II tahun 2025 ini.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (KE PPDP) OJK Ogi Prastomiyono menjelaskan, pihaknya akan meminta tanggapan atas rancangan peraturan produk asuransi kesehatan baik kepada masyarakat dan pelaku industri.
Ogi menuturkan, beberapa poin utama yang akan diatur di antaranya mencakup kriteria perusahaan yang dapat memasarkan produk asuransi kesehatan beserta jenis-jenis dan ketentuan produk asuransi kesehatan.
Selain itu, poin lainnya berkaitan dengan penerapan manajemen risiko pada perusahaan yang memasarkan produk asuransi kesehatan, fitur koordinasi manfaat (coordination of benefit) dengan BPJS, medical advisory board, dan perjanjian kerja sama dengan pihak lain.
Menurut dia, rasio klaim asuransi kesehatan pada asuransi jiwa maupun asuransi umum mengalami penurunan berdasarkan data per November 2024. Hal tersebut, kata Ogi, menandakan telah terdapat perbaikan pada lini usaha asuransi ini.
Kendati begitu, OJK terus mendorong agar perbaikan yang dilakukan pada lini usaha asuransi kesehatan tetap dilaksanakan dengan tidak melupakan pelayanan yang baik kepada konsumen.
“OJK mengharapkan tren positif ini akan berlanjut di 2025 sehingga masyarakat akan tetap dapat menikmati manfaat dari asuransi kesehatan di mana OJK sedang merumuskan SE OJK di bidang asuransi kesehatan yang bertujuan agar tata kelola asuransi kesehatan dapat lebih baik lagi,” kata Ogi dalam keterangannya dikutip Kamis (23/1/2025).
Adapun asuransi kesehatan dan asuransi penyakit kritis, catat OJK, menjadi jenis produk asuransi flagship yang dimiliki oleh asuransi jiwa saat ini.
Ia menekankan, keberadaan asuransi jiwa akan membantu masyarakat terlindungi dari berbagai risiko, khususnya risiko finansial yang terkait dengan kematian dan penyakit kritis.
Untuk memastikan asuransi jiwa tetap robust menghadapi tantangan, Ogi menyampaikan bahwa OJK terus melakukan pemantauan untuk memastikan perusahaan asuransi menjalankan bisnisnya dengan tata kelola yang baik, misalnya dengan adanya pengelolaan underwriting yang baik termasuk untuk menghindari risiko fraud maupun non-disclosure.
“OJK mendorong untuk terus dilakukannya proses seleksi risiko yang memprioritaskan prinsip utmost good faith sehingga ada keadilan pada nasabah yang mempunyai asuransi jiwa. Penguatan underwriting menjadi salah satu poin penting pada draft SE OJK mengenai asuransi kesehatan,” kata Ogi.