Sakawarta, Jakarta – Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melakukan peletakan batu pertama atau groundbreaking proyek hilirisasi timah di Batam, Kepulauan Riau pada Jumat (24/1/2025).
Wakil Menteri Investasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu menjelaskan, proyek tersebut memiliki nilai investasi dan modal kerja tahap awal senilai Rp1,2 triliun.
Ia menyatakan proyek tersebut mencakup pembangunan fasilitas tin chemical oleh PT Batan Timah Sinergi (BTS) dan fasilitas tin solder oleh PT Tri Charislink Indoasia (TCI). Kedua perusahaan tersebut, merupakan anak perusahaan PT Cipta Persada Mulia (CPM).
“Hari ini kita menyaksikan momen penting dalam transformasi industri timah nasional. Hilirisasi adalah kunci untuk memastikan sumber daya alam Indonesia dimanfaatkan secara optimal, tidak hanya sebagai komoditas mentah, tetapi sebagai produk dengan nilai tambah tinggi yang berdaya saing global,” kata Todotua melalui siaran pers, dikutip Senin (27/1/2025).
Ia mengeklaim smelter dengan nilai investasi dan modal kerja Rp1,2 triliun tersebut dirancang untuk menjadi salah satu pusat hilirisasi timah terbesar di dunia.
PT Cipta Persada Mulia, lanjut Todotua, selaku induk usaha memiliki peran penting dalam industri timah Indonesia.
Menurutnya, aktivitas PT Cipta Persada Mulia mencakup kegiatan pertambangan bijih timah melalui Izin Usaha Pertambangan (IUP) serta produksi tin ingot di smelter miliknya.
“Produk tin ingot tersebut kemudian diolah lebih lanjut oleh BTS untuk produksi tin chemical dan oleh TCI untuk pengembangan tin solder serta tin heat stabilizer,” ungkap Todotua.
Todotua menjelaskan, groundbreaking PPT BTS dilakukan untuk mendukung pembangunan fasilitas tin chemical yang saat ini masih tahap awal pengerjaan lahan konstruksi. Sementara PT TCI disebut telah memasuki tahap commissioning dan produksi penuh.
Menurut dia, proyek tersebut sejalan dengan peta jalan hilirisasi Indonesia yang menargetkan Indonesia sebagai produsen timah terbesar kedua di dunia pada 2045. Terlebih, Indonesia merupakan negara dengan cadangan terbesar kedua di dunia.
“Indonesia, sebagai negara dengan cadangan timah terbesar kedua di dunia, harus mampu memanfaatkan sumber daya ini secara optimal untuk meningkatkan nilai tambahnya. Hilirisasi komoditas timah di Indonesia diperlukan untuk dapat menyerap produksi tin ingot dalam negeri serta mengembangkan industri hilir yang memiliki potensi pasar global yang tinggi,” kata dia.
Selain sejalan dengan peta jalan hilirisasi, Todotua menilai proyek tersebut akan mendukung pemerataan pembangunan industri ke luar Pulau Jawa.
Sebab, Batam dipandang sebagai lokasi yang strategis karena dekat dengan jalur perdagangan internasional, serta memiliki infrastruktur logistik yang memadai–sehingga mengefisiensikan proses ekspor-impor.
“Kami berkomitmen untuk mendukung percepatan perizinan, pengawalan realisasi investasi, dan pengembangan sumber daya manusia lokal. Kami juga mendorong BTS dan TCI untuk menarik lebih banyak investor yang menjadi offtaker produk mereka, sehingga tercipta ekosistem industri timah yang berkelanjutan,” katanya.