Sakawarta, Jakarta – Ekonom dari Universitas Andalas (Unand) Syafruddin Karimi mengatakan target pertumbuhan ekonomi RI sebesar 5,4 persen dalam RAPBN 2026 hanya bisa dicapai bila kebijakan pusat dan daerah bergerak seirama untuk menjaga daya beli rakyat.
Saat ini, kata dia, kondisi lapangan menunjukkan bahwa daya beli masyarakat sedang rapuh, pasar tradisional dan pusat perbelanjaan cenderung sepi meski di hari libur.
Menurut dia, dalam situasi seperti ini, kebijakan menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di berbagai daerah justru kontraproduktif.
”Kenaikan PBB bersifat contractionary karena menekan kemampuan konsumsi rumah tangga, padahal konsumsi adalah motor utama pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Syafruddin dalam keterangannya dikutip Sabtu (23/8/2025).
Karena itu, lanjutnya, pemerintah pusat perlu memberi sinyal tegas bahwa penyesuaian PBB saat ini sangat tidak tepat. Syafruddin pun mendorong pemerintah daerah untuk mencari sumber pendapatan yang lebih kreatif tanpa mengorbankan daya beli rakyat.
”Lebih dari itu, kebijakan fiskal ke depan harus diarahkan pada instrumen yang benar-benar pro growth, dengan multiplier effect yang besar,” ucapnya.
Ia berpendapat, program-program prioritas seperti transfer ke daerah dan belanja sosial produktif harus dipastikan mengalir lancar, sehingga mampu menghidupkan aktivitas ekonomi lokal.
Sebab, pertumbuhan ekonomi nasional tidak akan tercapai jika hanya bertumpu pada daerah kaya sumber daya alam (SDA), maka semua daerah perlu diberi ruang fiskal dan dorongan agar bisa tumbuh bersama.
”Pada saat yang sama, pemerintah juga perlu menampilkan wajah kebijakan ekonomi yang partisipatif dan demokratis. Rakyat perlu merasa dilibatkan dalam arah pembangunan, sehingga tumbuh rasa memiliki meski kehidupan ekonomi tengah diliputi ketidaknyamanan,” kata Syafruddin.
Ia menekankan, partisipasi publik ini bukan sekadar simbolis, melainkan diwujudkan melalui forum konsultasi, transparansi belanja, dan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk menjadi bagian dari rantai pasok program pembangunan.
”Dengan cara ini, target pertumbuhan 5,4 persen bukan hanya mungkin dicapai, tetapi juga akan memiliki legitimasi sosial yang kuat karena dirasakan manfaatnya secara merata di seluruh lapisan masyarakat,” ujar Syafruddin.
Syafruddin menambahkan, target pertumbuhan ekonomi 5,4 persen dalam RAPBN 2026 seharusnya dibaca sebagai ajakan untuk berani melampaui proyeksi konservatif lembaga internasional.
Ia tidak memungkiri tantangan memang besar, tetapi peluang juga terbuka jika pemerintah mampu mengelola instrumen fiskal dan belanja publik secara tepat sasaran.
Ia berujar, kuncinya ada pada keberanian menjadikan setiap rupiah belanja negara sebagai pendorong produktivitas, bukan sekadar rutinitas administratif.
”Dalam konteks ini, proyek-proyek prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) harus dipastikan benar-benar pro growth. MBG tidak boleh dipersempit sebagai program konsumtif semata, melainkan harus dikelola sehingga memperkuat rantai pasok pangan lokal, memberdayakan UMKM, serta menciptakan lapangan kerja di sektor produksi. Dengan begitu, program ini bisa menjadi penggerak ekonomi dari bawah, bukan sekadar instrumen politik atau seremonial,” kata Syafruddin.
Pemerintah Harus Jaga Daya Beli Masyarakat agar Target Pertumbuhan Ekonomi 5,4% Tercapai

Guru Besar Ekonomi Unand Prof Syafruddin Karimi. Foto: ist.