Site icon sakawarta.com

Utang Sektor Publik Mencapai Rp20.000 Triliun

Ekonom Bright Institute Awalil Rizky. Foto: Morteza Syariati Albanna.

Sakawarta.com, Jakarta – Posisi Utang Sektor Publik per akhir Maret 2025 sebesar Rp17.641,423 triliun. Data terkini tersebut disajikan dalam laporan Statistik Utang Sektor Publik Indonesia (SUSPI) yang disusun oleh Bank Indonesia (BI) bekerja sama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). SUSPI Triwulan I-2025 telah dirilis pada tanggal 30 Juni 2025 lalu.

Sektor publik dimaksud terdiri dari semua unit institusi residen yang dikendalikan langsung atau tidak langsung oleh unit pemerintah, yaitu semua unit dalam sektor Pemerintah Umum dan korporasi atau lembaga publik. Pengendalian didefinisikan sebagai kemampuan menentukan kebijakan keuangan dan operasional dari suatu korporasi.

Posisi utang sektor publik (USP) per 31 Maret 2025 dirinci dalam utang beberapa kelompok institusi. Yaitu: Pemerintah Pusat sebesar Rp9.107,67 triliun atau 51,63% dari total; Pemerintah Daerah sebesar Rp80,04 triliun atau 0,05%; Korporasi publik bukan lembaga keuangan sebesar Rp1.015,26 triliun atau 5,75%; dan Korporasi publik lembaga keuangan sebesar Rp7.438,45 triliun atau 42,16%.

Posisi USP hanya sebesar Rp5.780 Triliun pada akhir tahun 2014 meningkat menjadi Rp10.113 Triliun pada akhir tahun 2019. Melonjak saat pandemi, menjadi: Rp12.215 triliun pada 2020 dan Rp13.448 triliun pada 2021. Peningkatan masih berlanjut pada 2022 sampai dengan triwulan I-2025.

Posisi USP juga dapat dicermati berdasar rasionya atas Produk Domestik Bruto (PDB), sebagaimana utang pemerintah. Sebagai contoh untuk tahun 2024, posisi akhir tahun sebesar Rp17.905 triliun rasionya mencapai 77,22%. Diperhitungkan dari posisi USP sebesar Rp17.905 triliun dan nilai PDB sebesar Rp22.139 triliun.

Rasio USP atas PDB pada tahun 2024 relatif lebih baik dibanding 2020 (79,12%) dan 2021 (79,21%). Terutama disebabkan PDB yang tumbuh pesat seiring dengan proses pemulihan paska pandemi, namun masih jauh lebih tinggi dibanding awal pemerintahan Jokowi yang hanya 54,68%. Rasionya kemungkinan akan meningkat pada akhir 2025, karena perlambatan laju kenaikan PDB.

Perlu diketahui bahwa Bank Indonesia mengakui belum semua institusi dalam definisi dilaporkan dalam SUSPI, dan masih akan terus disempurnakan penyusunan datanya. Sebagai contoh data utang Bank Pembangunan Daerah (BPD) belum tercakup. Sedangkan data utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) belum seluruhnya diperhitungkan.

Posisi utang BUMN dalam penyusunan SUSPI diperoleh dari sumber data counterpart (mirroring), seperti Laporan Bank Umum Terintegrasi dan Sistem Informasi Utang Luar Negeri. Bukan data yang berasal dari laporan keuangan setiap BUMN.

Dengan demikian, data posisi utang BUMN dalam SUSPI cenderung lebih kecil dibanding data dari Kementerian BUMN. Terkadang tetapi tidak selalu lebih kecil dibanding data Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang memasukan perusahaan dalam pembinaan Kementerian Keuangan.

Sebagai contoh, data pada akhir tahun 2024 berdasar LKPP menyebut total utang BUMN di bawah pembinaan Kementerian BUMN mencapai Rp8.492,82 triliun. Sedangkan utang Perusahaan negara atau Badan Usaha di bawah pembinaan Kementerian Keuangan sebesar Rp159,49 triliun. Total keduanya mencapai Rp8.652,31 triliun.

Sementara itu, SUSPI akhir 2024 menyebut utang korporasi publik bukan lembaga keuangan sebesar Rp1.015,25 triliun dan utang korporasi publik keuangan sebesar Rp7.311,72 triliun. Total kedua jenis korporasi publik tersebut sudah sebesar Rp8,326,97 triliun. Padahal, data utang sektor korporasi keuangan publik telah termasuk utang Bank Indonesia.

Sayangnya tidak diperoleh rincian tentang utang Bank Indonesia yang mana yang termasuk dalam SUSPI, terutama untuk posisi akhir 2024. Secara definisi, salah satunya adalah posisi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang merupakan surat utang BI yang mencapai Rp923,53 triliun per akhir 2024.

Jika SRBI itu ditambah dengan liabilitas lainnya untuk pelaksanaan Kebijakan Moneter telah mencapai Rp1.752,09 triliun. Sementara itu, ada liabilitas keuangan kepada Pemerintah sebesar Rp495,40 triliun, alokasi hak Tarik dari IMF sebesar Rp135,61 triliun, dan kewajiban non kebijakan sebesar Rp32,48 triliun.

Penulis memprakirakan utang sektor publik jauh lebih besar dari data SUSPI saat ini, jika sudah tersaji sesuai definisi yang ditetapkan Bank Indonesia sendiri. Yakni mencakup seluruh utang BUMN, Badan Usaha Lain dan Bank Pembangunan Daerah (BPD). Diprakirakan bertambah sekitar Rp2.500 triliun, atau totalnya telah lebih dari Rp20.000 triliun. Rasionya atas PDB pun akan mencapai 100%.

Exit mobile version