Biaya Modal Asing Meningkat
Arus masuk dan keluar investasi asing dicatat oleh Bank Indonesia dalam neraca Transaksi Finansial.

*Opini: Awalil Rizky, Ekonom Bright Institute
Pemerintah sangat berharap masuknya investasi asing ke Indonesia dan dibanggakan jika mengalami peningkatan. Peningkatan signifikan dianggap indikasi makin menarik dan kredibelnya perekonomian nasional. Hampir selalu pula, dinarasikan sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi.
Pemilik modal asing berinvestasi berdasar pertimbangan adanya imbal hasil yang layak. Berupa keuntungan yang diperoleh, penerimaan bunga utang, dan keutungan lainnya. Mereka juga menimbang keamanan atau risiko dari modal yang diinvestasikan saat ini dan di masa mendatang.
Berdasar data Neraca Pembayaran Indonesia (Balance of Payments) dari Bank Indonesia dapat dihitung nilai investasi asing yang masuk ke Indonesia selama era Joko Widodo (Jokowi). Dari neraca itu dapat juga dihitung besarnya pembayaran imbal hasil dari investasi asing selama periode yang sama.
Tentu saja sebagian pembayaran imbal hasil merupakan konsekwuensi dari arus masuk pada periode sebelumnya. Namun, asesmen bisa dianggap cukup wajar mengingat arus masuk pada suatu era akan membebani pemerintahan era berikutnya.
Arus masuk dan keluar investasi asing dicatat oleh Bank Indonesia dalam neraca Transaksi Finansial (Financial Account), yang merupakan bagian dari Neraca Pembayaran Indonesia. Investasi asing dicatat sebagai kewajiban, yang arus bersihnya dilaporkan untuk kondisi triwulanan dan tahunan. Bentuknya antara lain: investasi langsung, investasi portofolio, dan investasi Lainnya.
Sementara itu, pembayaran imbal jasa kepada modal asing yang telah operasional di Indonesia dicatat oleh Bank Indonesia dalam neraca Pendapatan Primer (Primary Income). Neraca tersebut merupakan salah satu komponen dalam Transaksi Berjalan (Current Account), yang merupakan bagian dari Neraca Pembayaran Indonesia.
Arus Masuk Modal Asing dan Biayanya
Arus masuk modal asing selama tiga bulan pada Triwulan I-2025 sebesar US$5,85 miliar. Turun dibanding setahun sebelumnya yang mencapai US$6,89 miliar pada Triwulan I-2024. Bahkan, termasuk arus masuk yang terendah pada trwulan satu selama belasan tahun terakhir, kecuali pada 2020 saat pandemi.
Nilainya selama tahun 2024 bersifat neto masuk sebesar US$45,51 miliar. Nilai akumulasinya selama 10 tahun era pemerintahan Jokowi, dari tahun 2015 sampai dengan 2024, bersifat neto arus masuk sebesar US$338,69 miliar.
Sedangkan biaya atau imbal hasil atas jasa modal asing yang operasional di Indonesia, yang disajikan sebagai Pendapatan Investasi yang bersifat pembayaran (payments), sebesar US$11,07 miliar pada Triwulan I-2025. Lebih besar dibanding triwulan satu pada tahun-tahun sebelumnya.
Nilai pembayaran itu mencakup bunga dan keuntungan, yang selama tahun 2024 sebesar US$44,06 miliar. Nilai akumulasi pembayaran dari tahun 2015 sampai dengan 2024, mencapai US$372,41 miliar.
Jika data arus masuk modal asing dan arus pembayaran atas jasanya disandingkan selama era Jokowi, maka tercatat nilai arus modal sebesar US$338,69 miliar dan arus pembayaran sebesar US$372,41 miliar. Selisih keduanya justeru bersifat keluar sebesar US$33,72 miliar.
Sebagai perbandingan, selama era SBY, arus investasi asing yang masuk sebesar US$288,46 miliar. Sedangkan arus pembayaran imbal hasilnya sebesar US$232,63 miliar. Dengan demikian, selisihnya masih bersifat masuk sebesar US$55,83 miliar.
Dilihat secara tahunan, selisih keduanya yang bersifat keluar secara terus menerus terjadi sejak tahun 2020. Pada tahun 2020, arus masuk modal asing secara neto sebesar US$24,72 miliar, sedangkan arus keluar pembayaran sebesar US$32,60 Miliar. Kondisnya memburuk pada tahun 2021 dan 2022.
Kondisi arus neto membaik pada tahun 2023, namun masih tercatat neto bersifat keluar sebesar US$12 miliar. Makin membaik pada tahun 2024 yang tercatat neto masuk, meski dengan nilai yang relatif kecil, yakni sebesar US$1,45 miliar.
Kondisinya berpotensi bersifat keluar pada tahun 2025 berdasar kinerja pada Triwulan I-2025. Arus modal asing yang masuk tercatat hanya sebesar US$5,85 miliar, sedangkan arus pembayaran jasa atas modal asing mencapai US$11,07 miliar. Artinya bersifat arus keluar sebesar US$5,22 miliar.
Kebijakan Investasi Asing Mesti Diperbaiki
Sebagai suatu negara dengan perekonomian terbuka, investasi asing merupakan hal yang lazim saja. Kelaziman terutama dilihat atas pertimbangan atas keuntungan yang akan diperoleh pada tahun-tahun berikutnya. Arus masuk modal asing diharapkan berperan mendorong pertumbuhan ekonomi dan menambah cadangan devisa.
Realisasinya, pertumbuhan ekonomi selama era Jokowi hingga tahun 2024 rata-rata hanya 4,22% per tahun. Andai tidak memperhitungkan pandemi, maka rata-rata pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015-2019 juga hanya 5,03% per tahun. Lebih rendah dari 10 tahun era SBY yang mencapai 5,72%.
Sedangkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir 2024 sebesar US$155,72 miliar. Posisi itu hanya bertambah 39,21% selama 10 tahun era Jokowi dari posisi akhir 2014 yang sebesar US$111,86 miliar. Padahal telah memperoleh “hadiah” dari International Monetary Fund (IMF) pada Agustus 2021 sebesar US$6,50 miliar. Sebagai perbandingan, posisi cadangan devisa meningkat tiga kali lipat selama era SBY.
Berdasar uraian di atas, penulis berpandangan modal asing yang masuk ke Indonesia tidak boleh diperlakukan hanya sebagai sumber dana yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi serta memperkuat cadangan devisa. Harus diperhitungkan secara lebih cermat mengenai biaya atau imbal jasa yang akan dibayarkan. Kebijakan investasi yang tepat sangat diperlukan agar manfaat optimal.