Ekonom Unand Respons Positif Rencana Menkeu Purbaya Gelontorkan Rp200 Triliun ke Himbara
Mendorong proyek baru, memperluas usaha, dan menciptakan lapangan kerja secara terukur.

Sakawarta, Jakarta – Ekonom Universitas Andalas (Unand) Prof. Dr. Syafruddin Karimi merespons positif rencana Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang berencana menggelontorkan anggaran negara senilai Rp200 triliun yang selama ini disimpan di Bank Indonesia (BI) untuk dialihkan dan ditempatkan ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
”Pemerintah memindahkan sekitar Rp200 triliun dari rekening di Bank Indonesia ke bank komersial untuk melonggarkan likuiditas, sekaligus menyepakati skema ‘burden sharing’ yang menaikkan imbal hasil simpanan pemerintah agar biaya pendanaan APBN turun dan transmisi kredit menguat,” kata Syafruddin dalam keterangannya dikutip Kamis (11/9/2025).
Ia menekankan, kebijakan ini disertai arahan agar BI tidak menyerap kembali likuiditas, sehingga biaya dana bank turun dan suku bunga kredit lebih murah.
Menurut Syafruddin, desain teknis ialah menargetkan penyaluran melalui Himbara dengan biaya 2% dan plafon bunga maksimal 6% untuk koperasi dan KPR.
Sehingga, kata dia, kredit mengalir ke kegiatan padat karya seperti perumahan terjangkau, proyek konstruksi terkait, serta pembiayaan produktif bagi UMKM di desa.
”Penempatan dana pemerintah terbukti menggandakan kredit pada periode 2020–2021 (Rp66,99 triliun penempatan memicu sekitar Rp382–387 triliun kredit), yang artinya injeksi besar dengan tata kelola dan target sektor yang ketat berpotensi mengungkit pembiayaan beberapa kali lipat,” ucap Syafruddin.
Sementara, lanjutnya, serapan kerja terjadi di dua kanal. Pertama, konstruksi dan rantai pasok bahan bangunan yang menyerap jutaan pekerja sesuai data BPS.
Kedua, UMKM yang menyumbang porsi dominan pekerjaan nasional sehingga akses kredit murah cepat berubah menjadi perekrutan karyawan, pembelian bahan baku, dan perluasan kapasitas usaha.
Menurut dia, agar dampak maksimal, pemerintah menetapkan kewajiban kuota sektoral, multiplier minimum atas dana yang ditempatkan, pelaporan berkala realisasi kredit dan indikator tenaga kerja, serta clawback jika target tidak tercapai.
”Dengan arsitektur seperti ini, injeksi Rp200 triliun bukan hanya mempercantik neraca bank, melainkan mendorong proyek baru, memperluas usaha, dan menciptakan lapangan kerja secara terukur,” tutur Syafruddin.