Hilirisasi Nikel Membawa Kesejahteraan atau Penderitaan
Perlu dikaji betul, sebenarnya berapa yang didapat negara dari tambang nikel, juga dari hilirisasi.

Sakawarta.com, Jakarta – Guru Besar Departemen Ekonomi Universitas Andalas Prof. Syafruddin Karimi mengkritisi program nasional hilirisasi sumber daya alam (SDA) seperti nikel, yang belakangan digaung-gaungkan pemerintah.
Menurut dia, program hilirisasi yang diklaim bakal menyejahterakan rakyat RI tersebut harus betul-betul dikaji sehingga bermaslahat bagi rakyat, bukan justru sebaliknya alias menimbulkan kesengsaraan.
“Kalau sudah begini apa mau tetap dilanjutkan? Kekayaan SDA bangsa kita mestinya membuat rakyat kita sejahtera, bukan menderita seperti diperlihatkan di dalam video. Lebih parah dibanding kisah Immiserizing Growth,” kata Syafruddin dalam keterangannya dikutip di Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Syafruddin menanggapi video berjudul “Arsenik di Balik Hilirisasi Nikel – Temuan Jejak Logam Berat di Tubuh Warga Teluk Weda” yang diposting akun YouTube Indonesia Baru.
Ia tidak menginginkan program ekonomi nasional tersebut malahan membawa malapetaka.
“SDA menjanjikan berkah, ulah rakus membawa bencana. Alam dan manusia semua diancam bencana,” katanya.
Sementara, Ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin turut mengkritisi kebijakan pemerintah terkait hilirisasi SDA, dalam hal ini adalah pertambangan nikel.
“Jika praktik tambang nikel dan hilirisasi masih seperti ini, hanya asing dan elit bangsa kita yang diuntungkan. Negara tidak mendapat apa-apa, rakyat makin menderita. Saat nikel habis, alam rusak dan sektor pertanian atau perikanan laut pun hilang, tidak tahu rakyat akan hidup dari mana,” ujarnya.
Wijayanto mengaku setuju terhadap putusan Presiden RI Prabowo Subianto yang digadang-gadang bakal melanjutkan estafet hilirisasi nikel. Namun, tentu ada syaratnya yang harus dipenuhi.
“Kita setuju pak PS mendorong hilirisasi, tetapi tentunya dengan sistem, struktur dan mekanisme yang diperbaiki,” tuturnya.
“Perlu dikaji betul, sebenarnya berapa yang didapat negara dari tambang nikel, juga dari hilirisasi. Saya rasa tidak banyak, khususnya yang kedua karena kita obral insentif pajak yang sangat eksesif,” ucapnya menambahkan.
Syafruddin juga senada dengan aspirasi Wijayanto Samirin, dengan menentang keras kerusakan lingkungan ekses dari hilirisasi nikel.
“Setuju. Namun, sejak lama sudah banyak kajian seperti video yang di-shared pak Rim beredar. Narasi yang menyatakan dampak lingkungan tak terlalu serius mungkin perlu diuji,” kata Prof. Syafruddin memungkasi.