Kementerian PKP Serahkan 14 Developer Nakal ke BPK, Kasus Bangun Rumah Subsidi Tak Layak Huni di Jabodetabek
Pengembang perumahan atau developer seharusnya memastikan rumah bersubsidi yang dibangun benar-benar berkualitas dan layak huni bagi MBR.

Sakawarta, Jakarta – Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Heri Jerman mengaku menemukan 14 pengembang atau developer nakal yang membangun rumah bersubsidi tidak layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek).
Heri menjelaskan, padahal Kementerian PKP telah menyalurkan bantuan dana bagi rumah subsidi kepada pihak pengembang atau developer melalui program Kredit Perumahan Rakyat (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Maka itu, Kementerian PKP akan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit pengembang rumah bersubsidi tersebut.
“Hari ini saya sudah membuat surat kepada BPK RI untuk dilakukan audit dengan tujuan tertentu. Sekali lagi, saya selaku Inspektur Jenderal meminta atau memohon kepada BPK untuk dilakukan audit dengan tujuan tertentu supaya nanti bisa diperoleh sesuatu tertentu yang komprehensif,” kata Herman Jerman saat diwawancarai di Kantor Kementerian PKP, Jakarta, Kamis (13/2/2025).
“Bagaimana nanti kontrolnya, siapa yang bertanggung jawab terutama rumah bersubsidi yang tidak berkualitas dan terhadap pengembang-pengembang yang membangun rumah bersubsidi yang tidak layak dan tidak berkualitas,” ujar Heri Jerman menambahkan.
Heri Jerman menerangkan, permintaan kepada BPK untuk mengaudit developer perumahan nakal dilakukan sebagai bagian dari tindak lanjut hasil kunjungan lapangan jajaran pimpinan Kementerian PKP ke sejumlah lokasi perumahan bersubsidi pemerintah di wilayah Jabodetabek.
Ia menekankan, pengembang perumahan atau developer seharusnya memastikan rumah bersubsidi yang dibangun benar-benar berkualitas dan layak huni bagi MBR. Sebab, pemerintah telah menyalurkan KPR FLPP yang berasal dari APBN.
“Pengembang yang membangun rumah bersubsidi yang tidak berkualitas itu tidak punya rasa empati, tidak punya rasa terhadap suatu keadaan yang dialami oleh beliau-beliau yang masuk MBR itu, yang seharusnya mendapatkan hak yang layak juga, rumah yang layak juga. Ini kalau kita biarkan akan terus berlangsung seperti ini, itu yang dirugikan, selain masyarakat yang menghuni di dalam rumah yang bersubsidi itu, tapi negara juga dirugikan,” katanya.
Pemerintah, lanjutnya, tetap fokus pada program penyediaan perumahan agar MBR bisa memiliki hunian layak.
Guna memastikan ketepatan target sasaran penerima KPR FLPP dan hasil pembangunan rumah bersubsidi yang ada, kata dia, Menteri PKP Maruarar Sirait bersama seluruh jajaran Eselon I bakal melakukan kunjungan langsung ke beberapa lokasi perumahan yang masuk kategori FLPP.

“Ternyata kondisi yang ditemukan sangat disayangkan karena banyak ditemui rumah yang dibangun tidak layak unik, rumah tidak layak fungsi misalnya tanahnya tidak dipadatkan secara benar sehingga begitu dipasangin keramik banyak yang pecah-pecah,” katanya.
Selain itu, saluran sanitasi dan saluran pembuangan air juga tidak bekerja sempurna sehingga kalau terjadi banjir air masih banyak menggenang. Begitu juga dengan kualitas terkait struktur bangunan, di mana dirinya melihat secara langsung tembok-tembok banyak yang mengelupas dan kondisi lingkungan yang memprihatinkan.
“Saya juga minta secara tegas kepada pengembang-pengembang yang nakal yang membangun rumah tidak layak huni itu untuk tidak berhak lagi untuk tidak mendapatkan FLPP dari pemerintah,” tandasnya.
Ia menekankan, sesuai arahan Menteri PKP Maruarar Sirait, pihaknya akan terus melaksanakan fungsi pengawasan dengan baik untuk memastikan Program 3 Juta Rumah berjalan dengan baik di lapangan.
Pihaknya juga mengapresiasi banyak pengembang yang benar-benar memperhatikan kualitas bangunan rumah, serta berkomitmen dan memiliki rasa tanggung jawab untuk bisa memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negara ini.
“Jangan hanya memikirkan keuntungan, kita sudah hitung, ini (KPR FLPP) sebenarnya masih untung para pengembang, tapi kalau masih meninggalkan kualitas, masih meninggalkan ketidaktaatan untuk menyediakan rumah yang layak, ini sangat merugikan,” katanya.