Bisnis

Opini Fahri Hamzah: Danantara, Dana Siapa?

Danantara beserta seluruh dinamika dalam rencana dan pendiriannya adalah simbol dari hadirnya keberanian dalam kepemimpinan ekonomi Indonesia.

*Opini: Fahri Hamzah, Penulis adalah mantan Anggota Komisi VI DPR-RI (2004-2009), Wakil Ketua DPR RI Bidang Kesejahteraan Rakyat (2014-2019).

Saya hampir lima tahun berada di komisi VI DPR RI pada waktu itu yang mengawasi Kementrian BUMN (yang menurut seharusnya bukan mengawasi BUMN). Sekitar periode 2004-2009 dan pada akhir periode itu saya menulis buku berjudul Negara, BUMN dan Kesejahteraan Rakyat.

Saya menulis judul ini untuk menegaskan satu persoalan laten dalam BUMN kita tentang implementasi pasal 33 UUD 1945 yang di suatu sisi menyebutkan bahwa kekayaan alam itu “dikuasai oleh negara” tetapi di sisi lain “dipergunakan sebesar-sebesarnya untuk kesejahteraan rakyat”.

Di satu sisi, jika BUMN dikuasai negara dianggap hanya akan menjadi tempat bagi kepentingan politik. Di sisi lain, kesejahteraan rakyat dianggap keharusan secara pragmatis untuk melihat manfaat langsung BUMN bagi rakyat.

Profit

Saya mengkaji banyak regulasi tentang BUMN yang menurut kesimpulan saya waktu itu, tentang “profit” untuk tidak terlalu diatur secara ketat, sebab memang negara mengharapkan “kesejahteraan rakyat” yang jauh lebih besar dari sekedar profit. Profit adalah tujuan dari bisnis sedangkan kesejahteraan rakyat adalah tujuan dari negara. Maka di sinilah nampak ambiguitasnya. Kementerian dan penjabat-pejabat BUMN tidak paham di mana ladang permainannya.

Di satu sisi, BUMN menganggap dirinya PT (perseroan terbatas) dengan keinginan mencari untung yang tinggi tapi faktanya mereka ditarik dalam pusaran politik yang kental. Mulai dari perbedaan kepentingan sektoral eksekutif sampai pengawasan legislatif yang tidak sehat bagi tradisi profesionalisme kerja.

Kecenderungannya, Kementerian dan lembaga selalu ingin BUMN mau menjadi operator mereka sebab “mudah diajak ngomong”. Di sisi lain, lembaga legislatif tidak dibatasi wewenangnya dalam pengawasan teknis dan terkadang “mengawasi” lebih ketat dari pengawasan komisaris yang seharusnya detail dan profesional.

Dulu saya menyaksikan anggota legislatif dalam sidang-sidang komisi mengajukan pertanyaan dari perusahaan rekannya yang kalah tender dengan dengan begitu detail dan kasuistik. Kalau sudah demikian biasanya tidak bisa dihindari negosiasi di belakang layar.

Kesimpulan Lama

Sejak mengikuti dinamika dan polemik BUMN sampai sekarang, saya menemukan bahwa sekarang ini ada “Raksasa Tidur” yang bergerak tidak teratur dan jadwal bekerjanya tidak jelas, terhuyung-huyung berjalan tanpa arah dan centang perenang.

Baca Juga  Golden Rama Tours & Travel Kenalkan Sports Holiday ke Segmen Korporasi melalui Tennis Triumph di Australia

Sementara, di luar sana di negara-negara seperti Norwegia, Qatar, uni emirat Arab, Singapore, Malaysia dan lain-lain, mereka mendapatkan banyak sekali uang dan manfaat dari pengelolaan sumber daya alam dari badan usaha milik negara untuk menjadi Sovereign Wealth Fund.

Saya terbayang-bayang bahwa suatu hari akan ada pemimpin yang berani secara ekstrim melakukan konsolidasi BUMN untuk menjadi entitas ekonomi yang lebih ter koordinasi (atau bahkan mungkin saya sebut terkomando), sehingga kekuatannya betul-betul menjadi menifestasi kekuatan nasional yang menunjukkan kepada seluruh dunia bahwa negara ini tidak saja kaya raya, tetapi juga mampu melahirkan kekuatan pasar yang superbesar dan kuat.

Lahirlah Danantara

Maka konsolidasi BUMN itu sekarang telah terjadi pada tahap pertama. Hasil dari konsolidasi itu adalah dana negara yang kita bayangkan sebagai akumulasi dari kekayaan negara kita yang langsung menjadi kekuatan yang sangat besar dan diperhitungkan.

Sekarang, telah lahir DANANTARA, pada 24 Februari 2025 yang lalu oleh seorang presiden yang telah lama saya mimpikan akan menahkodai negeri ini dengan gagah berani. Dan apa yang dilakukannya ini bukanlah kesimpulan 1-2 hari, tapi ini kesimpulan dari diskusi yg lama dan pergulatan pemikiran dengan ekonom besar yang berpengalaman.

Harus mulai kita akui dengan rendah hati bahwa dibanding Presiden kita yang lain, meski berlatar militer, Presiden Probowo adalah presiden Indonesia yang cukup memahami ilmu ekonomi, selain presiden Habibie yang memahami ilmu ekonomi sebagai bagian dari pada ilmu pengetahuan.

Dan bukan kebetulan bahwa Prabowo dan Habibie adalah sahabat sejati sejak lama, serta Pak Habibie dalam banyak pengakuannya adalah pengagum Prof. Sumitro Djoyohadikusumo yang tak lain adalah ayah biologis Prabowo.

Maka kita harus melihat bahwa seluruh kebijakan presiden Prabowo itu bersumber pada satu pendirian teoretis tentang bagaimana ekonomi ini dikelola dan ditata ke depan, terlepas apakah pendirian itu berada di sisi kiri atau di sisi kanan.

Maka, Danantara beserta seluruh dinamika dalam rencana dan pendiriannya adalah simbol dari hadirnya keberanian dalam kepemimpinan ekonomi Indonesia yang memang semakin ke depan pemimpin negara harus semakin paham ilmu dan praktik perekonomian.

Related Articles

Back to top button