News

Pekerja Mati Tertimbun Tailing Nikel di IMIP: NGO dan Serikat Pekerja Menuntut Penegakan Hukum

Sakawarta, Jakarta – Terjadi longsor di area penyimpanan tailing atau Tailings Storage Facility (TSF) di kilometer (Km) delapan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) pada Sabtu, (22/3/2025) lalu. Longsor terjadi pada pukul 00.10 WITA saat para pekerja Operator Excavator sedang bekerja di lokasi pembuangan tailing.

Longsor tersebut mengakibatkan empat orang operator excavator tertimbun longsor tailing. Satu berhasil selamat, satu orang meninggal atas nama Demianus ditemukan pada saat kejadian. Sementara Irfan Tandi Tasik ditemukan pada tanggal 7 April. Saat ini tersisa Muhammad Akbar yang belum ditemukan.

Para korban merupakan pekerja di PT Morowali Investasi Konstruksi Indonesia (MIKI). Perusahan ini merupakan kontraktor pengelola tailing yang bermitra dengan PT QMB New Energy Materials dan PT Huayue Nickel Cobalt.

Menurut Direktur Yayasan Tanah Merdeka Richard Labiro, PT Huayue Nickel Cobalt dan PT QMB New Energy Materials merupakan perusahaan yang memproduksi mixed hydroxide precipitate (MHP) dan bahan baku utama material kendaran listrik.

Proses ini menghasilkan tailing (limbah beracun) dari teknologi high pressure acid leaching (HPAL) dimana setiap ton logam nikel yang dihasilkan memproduksi sekitar 100 ton tailing.

Richard lebih jauh mengungkap, tailing ini sangat berisiko karena sifat tailing berbentuk lumpur dengan kandungan air 30 persen semakin rentan terhadap longsor ketika terkena hujan.

Hal ini, semakin dipertegas dengan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Morowali 2019-2039 yang mengklasifikasikan Kecamatan Bahodopi, lokasi PT IMIP, sebagai kawasan rawan bencana gempa bumi, tanah longsor dan banjir.

Sebelum longsor ini kejadian banjir pada 16 Maret 2024 yang diduga akibat jebolnya tanggul fasilitas penyimpanan tailing PT Huayue Nickel Cobalt. Banjir ini melanda Desa Labota dan kawasan IMIP yang berdampak pada 341 kepala keluarga atau kurang lebih 1.092 jiwa.

Kepala Departemen Advokasi dan Pendidikan Publik TuK INDONESIA Abdul Haris menjelaskan, tailing nikel adalah limbah atau sisa hasil dari proses ekstraksi atau pemisahan nikel dari bijih nikel.

Tailing biasanya terdiri dari bahan-bahan yang tidak bernilai atau sulit diproses lebih lanjut, dan sering kali mengandung senyawa kimia berbahaya. Karena itu dibutuhkan Dam tailing atau tailings dam sebagai bendungan untuk menampung tailing.

“Proses penampungan inilah diduga kuat mengalami longsor. Tentu butuh investigasi untuk mengungkap kecelakaan ini. Harus ada yang bertanggung jawab terhadap kematian para pekerja tersebut,” kata Abdul Haris melalui keterangan resmi dikutip Sabtu (19/4/2025).

Ia berkata, kejadian ini menunjukan buruknya tata kelola lingkungan hidup maupun penegakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Pihak kepolisian, PPNS ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Tenaga kerja diminta melakukan penyelidikan/investigasi bersama untuk mengungkap kasus ini.

“Penegakan hukum yang dilakukan secara serius akan meningkatkan kepercayaan publik, pasar global dan para pekerja,” katanya.

Ketua Umum FPE-KSBSI Riswan Lubis mengungkapkan bela sungkawa atas kejadian tersebut dan menuntut pemerintah serta manajemen PT IMIP sebagai pengurus kawasan untuk melakukan penyelidikan menyeluruh.

“Tentunya kita tidak ingin hal ini terus terjadi, nyawa 1 orang sudah lebih tentu lebih berharga dibandingkan keuntungan perusahaan sebesar apapun,” ujar dia.

Ia menekankan, kejadian yang terus berulang ini menunjukkan bahwa terdapat permasalahan besar di sistem dan pengimplementasian K3 yang ada di Kawasan IMIP.

“Investigasi kejadian ini harus dilakukan secara transparan dan hasilnya diinformasikan kepada semua pihak terkait sehingga tidak ada yang ditutup-tutupi. Kami berharap ada upaya serius dari pemerintah untuk memastikan tidak ada lagi kecelakaan kerja di Kawasan IMIP yang menimbulkan korban jiwa di masa mendatang,” katanya.

Baca Juga  Bentuk DK3P, Disnakertrans DIY Studi Banding ke DK3P Jatim

Kejadian longsor yang menimbulkan korban jiwa ini bukanlah yang pertama kalinya terjadi di industri Nikel yang ada di Sulawesi. Sebelumnya pada 17 Februari 2022, Habib Hamdani meregang nyawa ketika tertimbun longsor yang terjadi di area pelebaran jalan menuju Pelabuhan Jeti PT Gunbuster Nickel Indonesia di Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Morowali Utara.

Pada 27 April 2023, longsor juga terjadi di kawasan buangan limbah slag milik PT Indonesia Guang Ching Nickel And Stainless Industry yang menyebabkan hilangnya nyawa Arif dan Masriadi, 2 sopir Dump Truck yang saat itu berada di lokasi.

Longsor juga menyebabkan hilangnya nyawa Bega Youser dan Rahmat Nandi Bayowe yang merupakan buruh PT Sumber Permata Mineral ketika melakukan pekerjaannya di Desa Peboa, Kecamatan Petasia Timur, Morowali Utara.

Ketua PC SPL FSPMI Morowali Muhammad Zen Alhasni menyoroti kecelakaan kerja yang menimbulkan korban jiwa terus menerus secara masif terjadi.

“Maka harus dijadikan perhatian khusus dan serius oleh para pihak terutama pemerintah. Ini harus ditindak dengan tegas ini sudah seperti pembunuhan Berencana jika terus menerus terjadi. Tanggung jawab itu ada di pengawas ketenagakerjaan memastikan perusahaan tersebut cek berkala K3 dan Melakukan kegiatan sesuai standar undang undang,” katanya.

Serikat buruh lainnya ikut mengecam kejadian ini, yaitu Serikat Buruh Industri Morowali Indonesia (SBIMI) melalui ketuanya Andi Ilham menyampaikan keprihatinan mendalam atas tragedi longsor di fasilitas penyimpanan tailing (TSF) di kilometer 8 Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) pada Sabtu, 22 Maret 2025, yang menewaskan 3 pekerja dan menyebabkan 1 lainnya hilang.

“Kejadian ini bukan hanya kecelakaan tunggal, tetapi menambah rentetan panjang kecelakaan kerja di industri nikel Morowali dalam 5 tahun terakhir. Tragedi berulang ini menunjukkan kegagalan kritis dalam penerapan prosedur K3 di kawasan PT.IMIP dan lemahnya pengawasan dari pihak berwenang, termasuk pemerintah,” katanya.

Manajemen PT IMIP sebagai pemilik kawasan dan pemerintah seharusnya melakukan penyelidikan menyeluruh atas kejadian ini. Nyawa 1 orang sudah lebih tentu lebih berharga dibandingkan keuntungan perusahaan sebesar apapun.

Peningkatan standar K3 di industri pertambangan dan peraturan K3 harus diterapkan secara ketat dan efektif, dengan pengawasan yang konsisten dan responsif terhadap tuntutan serikat pekerja. Mendorong implementasi sistem manajemen K3 yang komprehensif: Asesmen risiko harus dilakukan secara berkala dan prosedur pengendalian risiko harus dijalankan secara ketat. Meningkatkan kapasitas pengawas K3: Pemerintah harus memastikan bahwa pengawas K3 memiliki pengetahuan dan keahlian yang cukup untuk menjalankan tugasnya.

Menjalankan penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran K3: Tidak ada toleransi terhadap pelanggaran K3, dan hukuman yang setimpal harus dijatuhkan kepada pelaku pelanggaran. Memfasilitasi dialog dan kolaborasi antara serikat pekerja, perusahaan, dan pemerintah: Kerja sama yang erat antara semua pihak sangat penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat.

“Kejadian ini merupakan peringatan serius. Kita tidak bisa membiarkan kecelakaan kerja yang merenggut nyawa terus terjadi. Kami menganalogikan jangan sampai ini semacam “BANALITAS” dimana “kejahatan” tidak lagi dirasa sebagai kejahatan, tapi sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Kami mendesak pihak kawasan dan pemerintah untuk segera bertindak dan mengambil langkah-langkah konkret untuk mencegah tragedi serupa di masa depan,” katanya.

Related Articles

Back to top button