Tarif Impor Pangan 0 Persen dari AS ke RI Perlebar Jurang Defisit Perdagangan Pangan
Negara membiarkan produk pangan murah dan bersubsidi dari luar negeri membanjiri pasar domestik.

Sakawarta.com, Jakarta – Ekonom dari Universitas Andalas (Unand) Prof. Dr. Syafruddin Karimi mengatakan pihak yang berkaitan harus realistis dalam menilai ancaman dari kebijakan tarif nol persen terhadap impor pangan dari Amerika Serikat (AS), yang telah diumumkan Presiden Donald Trump.
“Yang masuk ke Indonesia bukanlah hasil panen dari petani kecil yang bekerja di ladang dua atau tiga hektare, seperti yang banyak kita jumpai di desa-desa kita,” kata Syafruddin dalam keterangan resmi dikutip Minggu (20/7/2025).
Melainkan, ujar dia, yang masuk adalah produk korporasi raksasa pertanian di AS, entitas besar yang mendapat subsidi negara dalam skala masif.
Ia mencatat, pemerintah AS menyuntikkan miliaran dolar setiap tahun ke dalam sistem pertaniannya, mulai dari subsidi langsung, asuransi hasil panen, hingga program pembelian surplus yang menjaga harga tetap menguntungkan bagi korporasi.
“Ini adalah mesin produksi pangan industri, bukan sistem pertanian rakyat seperti yang kita miliki,” tuturnya.
Syafruddin memprediksi, agenda swasembada pangan yang selama ini menjadi cita-cita nasional tidak akan pernah terwujud jika negara membiarkan produk pangan murah dan bersubsidi dari luar negeri membanjiri pasar domestik.
Menurut dia, tanpa proteksi terhadap produksi lokal, maka petani akan kehilangan insentif untuk menanam, lahan akan terbengkalai, dan ketergantungan terhadap impor akan makin dalam.
“Ironisnya, kita sedang berusaha menekan defisit perdagangan pangan, tetapi kebijakan ini justru berpotensi memperlebar jurang tersebut,” kata Syafruddin.