Hot News

YKAN dan Para Mitra Teliti Konservasi Terumbu Karang di Tengah Krisis Iklim

Aksi kolaborasi dorong perlindungan ekosistem laut berbasis sains.

Sakawarta, Jakarta – Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) bersama The Nature Conservancy (TNC), Reef Resilience Network, dan Stanford University, menyelenggarakan lokakarya bertajuk “Restoration Planning with Thermal Data Workshop” pada 3-5 Maret 2025 di Sorong dan Selat Dampier, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.

Lokakarya ini bertujuan memperkuat upaya konservasi terumbu karang di Indonesia dengan mengintegrasikan data toleransi termal ke dalam perencanaan restorasi, sekaligus mendukung ketahanan ekosistem laut terhadap perubahan iklim.

Manajer Senior Bentang Laut Kepala Burung YKAN, Awaludinnoer menjelaskan, kegiatan ini merupakan kelanjutan dari proyek “Ketahanan Terumbu Karang terhadap Perubahan Iklim” yang digagas oleh pihaknya dan para mitra di Raja Ampat yang telah dilaksanakan pada akhir 2024 lalu.

“Proyek ini fokus pada identifikasi terumbu karang yang tahan terhadap kenaikan suhu laut untuk mendukung pengelolaan dan sistem zonasi Kawasan Konservasi Perairan (KKP),” kata dia dalam rilis pers resmi dikutip Sabtu (8/3/2025).

Oleh karena itu, YKAN bersama para mitra terus mendukung tim peneliti nasional dan internasional dalam riset terkait ketahanan terumbu karang terhadap perubahan iklim guna memprioritaskan perlindungan untuk KKP di Raja Ampat.

Kepala Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) KKP Raja Ampat, Syafri Tuharea menambahkan, ekosistem terumbu karang ini sangat penting karena berfungsi sebagai penyangga terhadap dampak perubahan iklim, mendukung kehidupan laut, dan menyediakan layanan ekosistem laut yang penting.

“Namun, kerangka Perencanaan Tata Ruang Laut Indonesia saat ini belum cukup mengakomodasi aspek terumbu karang yang tahan iklim karena adanya kesenjangan pengetahuan mengenai spesies dan lokasi terumbu karang yang tahan perubahan iklim,” ujar Syafri Tuharea.

Guna mengakomodir kesenjangan tersebut, lokakarya ini menghadirkan para pemangku kepentingan utama, termasuk perwakilan dari Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (PKSPL) Sorong- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN-Pusat Riset Konservasi Sumber Daya Laut dan Perairan Darat), Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan (P2KP) Papua Barat Daya, Badan Riset dan Inovasi Daerah Papua Barat Daya (Bapperida), Raja Ampat Research and Conservation Centre (RARCC), UPTD BLUD KKP Raja Ampat, Misool Foundation, serta akademisi dari sejumlah universitas seperti Universitas Papua (UNIPA) dan Universitas Muhammadiyah Sorong (UNAMIN).

Selama tiga hari, peserta mendapatkan pengetahuan dasar mengenai perencanaan restorasi, pedoman penggunaan data toleransi termal karang, serta saran teknis berbasis studi kasus di Misool Selatan.

Hari pertama dan kedua lokakarya fokus pada penyusunan rencana restorasi dan pengolahan data termal, sementara hari ketiga diisi kunjungan lapang ke Cape Kri dan Sawandarek, untuk melihat langsung dampak pemutihan karang dan proses pemulihannya, serta berdiskusi tentang tantangan dan solusi untuk kasus tersebut.

“Kegiatan ini sejalan dengan komitmen YKAN untuk melindungi keanekaragaman hayati laut Indonesia, mendukung perikanan berkelanjutan, dan menyeimbangkan kebutuhan manusia dengan kelestarian alam. Melalui kolaborasi lintas sektor, lokakarya ini diharapkan dapat memperkuat Perencanaan Tata Ruang Laut Indonesia dan menjadi model bagi upaya konservasi berbasis sains di masa depan,” ujar Awaludinnoer.

Baca Juga  YKAN Dukung Pengelolaan Laut Lestari melalui Perencanaan Ruang Laut

Ketahanan Terumbu Karang untuk Strategi Konservasi Perairan

Mengintegrasikan ketahanan iklim ke dalam sistem zonasi KKP di Raja Ampat merupakan salah satu strategi meningkatkan perlindungan dan pelestarian terumbu karang dan biota asosiasinya di kawasan tersebut.

Untuk itu, YKAN bersama para mitra telah menganalisis data karang, ikan karang, hidrodinamika laut, pemanfaatan dan sumber ancaman terhadap terumbu karang, dan akses untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi kunci yang tahan terhadap perubahan iklim.

Beberapa peneliti telah menentukan lokasi di perairan Raja Ampat yang paling cocok untuk melakukan penelitian ini, baik di Misool Selatan maupun Misool Utara.

Pada November 2024, Stephen Palumbi, seorang profesor dan ahli biologi laut dari Stanford University, telah melatih para pemangku kepentingan utama di area KKP Raja Ampat tentang cara melakukan uji termal untuk menilai ketahanan terumbu karang serta memahami bagaimana terumbu karang dapat beradaptasi terhadap kenaikan suhu laut.

Hal ini sangat diperlukan untuk meningkatkan strategi konservasi yang bertujuan untuk melindungi keanekaragaman hayati laut dalam menghadapi perubahan iklim.

Hasil penelitian terbaru di Misool Selatan, yang dilakukan pada November 2024 hingga Januari 2025, menjadi sorotan utama. Eksperimen uji termal dilakukan di di Stasiun Kalig, Salabafunuatsa, dan Pulau Yuf pada delapan spesies karang, yaitu Acropora hyacinthus, Acropora formosa, Acropora humilis, Pocillopora verrucosa, Porites lobata, Porites cylindrica, Stylophora pistillata, dan Seriatopora hystrix.

“Eksperimen ini menggunakan 16 fragmen karang dewasa yang sehat per spesies, yang dikumpulkan dari perairan dangkal dengan kedalaman di antara 1 hingga 5 meter. Metode penelitian ini menggunakan dua media air laut, yaitu media kontrol dan media yang dipanaskan, dengan suhu yang diuji, yaitu 34oC-37oC,” jelas Manajer Senior Perlindungan Laut YKAN Yusuf Fajariyanto.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis Porites lobata dan Porites cylindrical menunjukkan ketahanan suhu yang lebih baik dibandingkan jenis lainnya.

Hasil lain menyebutkan, beberapa jenis karang di Stasiun Kalig menunjukkan ketahanan suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis karang di Salabafunuatsa.

Acropora hyacinthus, Acropora formosa, dan Pocillopora verrucosa menunjukkan ketahanan suhu yang lebih baik di Salabafunuatsa, sedangkan Acropora humilis, Seriatopora hystrix, dan Stylophora pistillata menunjukkan ketahanan suhu yang lebih baik di Stasiun Kalig.

“Penelitian ini akan terus berlanjut sepanjang 2025 dengan melakukan eksperimen di beberapa lokasi yang berbeda. Nantinya, data ini diharapkan bisa menjadi dasar untuk merumuskan strategi konservasi terumbu karang yang lebih tangguh dan dapat direplikasi ke wilayah perairan lain di Indonesia,” tutur Yusuf.

Apa yang disampaikan oleh Yusuf diperkuat oleh peneliti pemutihan karang Pusat Riset Konservasi Sumber Daya Laut dan Perairan Darat BRIN, Rita Rachmawati.

Menurutnya, penerapan rehabilitasi ekosistem terumbu karang menggunakan karang yang berpotensi lebih tahan terhadap kenaikan suhu air laut dapat meningkatkan kesuksesan perbaikan ekosistem terumbu karang yang rusak dalam jangka panjang, karena kemampuannya bertahan pada saat terjadi pemutihan karang massal.

“Ketahanan karang terhadap kenaikan suhu laut berpotensi dapat ditingkatkan dengan ‘latihan’ tertentu untuk karang yang sebelumnya mudah terkena pemutihan karang, yang di masa mendatang dapat menjadi agenda eksperimen berikutnya untuk diterapkan, sehingga semakin memperbesar tingkat keberhasilan rehabilitasi ekosistem terumbu karang,” jelas Rita.

Related Articles

Back to top button