YKAN Dukung Pengelolaan Laut Lestari melalui Perencanaan Ruang Laut
Indonesia bermaksud untuk memenuhi Target 3 Kerangka Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal.
Sakawarta, Jakarta – Perencanaan ruang laut dan pesisir adalah faktor penting dalam perancangan kawasan konservasi. Hal ini mengemuka dan menjadi pokok diskusi dalam 6th International Marine Spatial Planning Forum, yang diadakan di Bali, pada 8-11 Oktober 2024.
Pada kesempatan ini, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) melalui Program Kelautan berbagi pembelajaran dalam mendukung perencanaan ruang laut dan pesisir yang menjadi prioritas Pemerintah Indonesia untuk menjembatani pengelolaan laut, dengan mengintegrasikan keseimbangan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta perlindungan keanekaragaman hayati laut.
“Laut adalah sumber kehidupan. Untuk itu perencanaan ruang laut menjadi faktor penting untuk melindungi kelestarian ekosistem dan mendukung pengelolaan berkelanjutan untuk generasi mendatang,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan RI Sakti Wahyu Trenggono dikutip dari rilis pers di Jakarta, Senin (14/10/2024).
Sebagai negara peratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati, Indonesia berkomitmen untuk menerapkan rekomendasi perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati di tingkat nasional yang akan berkontribusi pada kesepakatan dan upaya di tingkat global.
Indonesia bermaksud untuk memenuhi Target 3 Kerangka Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal. Untuk itu, Indonesia telah menggagas Visi Kawasan Konservasi Perairan 30×45, di mana pada tahun 2045, 30% wilayah pesisir dan laut Indonesia dialokasikan untuk melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati dan sumber daya, guna mendukung pembangunan jangka panjang Indonesia selama 100 tahun ke depan.
Dalam mencapai visi tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI membentuk tim teknis yang didukung oleh YKAN dan para pemangku kepentingan terkait dalam melakukan kegiatan penataan ruang untuk mengidentifikasi area-area penting di seluruh perairan Indonesia, yang dapat dialokasikan sebagai pengembangan kawasan konservasi yang baru ataupun perluasan dari kawasan konservasi yang sudah ada.
Rancangan tata ruang yang telah dilakukan menunjukkan bahwa secara keseluruhan terdapat sekitar 117 juta hektare perairan pesisir dan laut yang dapat dialokasikan sebagai kawasan perlindungan laut. Angka yang lebih tinggi dari target sebesar 30% (97,5 juta hektare) pada tahun 2045. Hal ini merupakan upaya mengantisipasi potensi konflik dengan kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan laut.
Kawasan yang dirancang merupakan kawasan bernilai konservasi tinggi di Indonesia dengan fitur biaya konservasi yang relatif rendah, atau dengan kata lain potensi konflik telah diantisipasi sejak perancangan dilakukan.
Integrasi teknologi dan pelibatan masyarakat dalam perancangan kawasan konservasi
Dalam perancangan kawasan konservasi, pelibatan masyarakat sebagai pemanfaat kawasan amatlah penting. Hal ini biasa disebut dengan pemetaan partisipatif.
Manajer Senior Perlindungan Laut YKAN Yusuf Fajariyanto mengatakan pemetaan partisipatif dilakukan dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan sebagai sumber utama mengenai informasi karakteristik, kondisi, kegiatan pemanfaatan sumber daya dan ancaman konservasi di kawasannya.
“Prosesnya dilakukan melalui diskusi yang difasilitasi oleh fasilitator dan penyusun peta untuk memperoleh informasi dari masyarakat dengan dipandu kuesioner dan peta dasar. Informasi yang diperoleh dari masyarakat kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk peta dua dimensi,” kata dia.
Yusuf menambahkan, melalui kegiatan pemetaan partisipatif dapat dipetakan daerah penangkapan ikan, budi daya perikanan, wisata bahari, penampakan mamalia laut dan biota langka terancam punah dan dilindungi, pantai peneluran penyu, ancaman terhadap sumber daya, pemanfaatan wilayah laut lainnya, serta kearifan lokal dan informasi tematik lainnya yang akan digunakan untuk mengembangkan perencanaan tata ruang dan merancang kawasan konservasi.
Integrasi teknologi juga diperlukan dalam perancangan kawasan konservasi. Salah satunya adalah pemetaan habitat perairan dangkal yaitu terumbu karang, padang lamun dan hutan bakau menggunakan teknologi penginderaan jauh dan machine learning yang dilengkapi dengan pengecekan di lapangan.
Terumbu karang sendiri merupakan rumah bagi sekitar 25% dari seluruh spesies laut. Struktur rumit padang lamun dan hutan bakau juga mendukung kehidupan beragam biota laut. Habitat-habitat ini memberikan layanan penting, termasuk mendukung keanekaragaman hayati laut, melindungi garis pantai, dan menopang perekonomian lokal melalui perikanan dan pariwisata.
Metode pemetaan habitat yang tradisional dapat memakan waktu lama dan cakupannya terbatas. Teknologi penginderaan jauh menawarkan pendekatan yang lebih efisien dan komprehensif.
Direktur Program Kelautan YKAN Muhammad Ilman menekankan, pengelolaan kawasan konservasi yang efektif memerlukan data yang dapat diandalkan mengenai sebaran dan kondisi habitat.
Menurut dia, pemetaan habitat perairan dangkal melalui penginderaan jauh memberikan landasan bagi pengambilan keputusan dengan memberikan informasi rinci dan akurat tentang luasan spasial.
“Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi kawasan yang diprioritaskan untuk perlindungan. Ini merupakan salah satu upaya YKAN untuk mendukung pembentukan kawasan konservasi baru dan peningkatan pengelolaan kawasan konservasi yang sudah ada,” kata dia.