Kemenkes Buka Pendaftaran Regulatory Sandbox hingga 23 Agustus, Dukung Inovasi Digital Kesehatan
Kita ingin agar layanan telemedicine ini juga bisa meng-cover orang-orang yang disabilitas seperti tunarungu, tunanetra, dan sebagainya. Itu sudah termasuk ke dalam penilaian berdasarkan kesuksesan sandbox pertama.
Sakawarta, Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI kembali membuka pendaftaran Regulatory Sandbox untuk mendukung seluruh inovasi digital kesehatan (IDK) di Tanah Air. Adapun pendaftaran dibuka hingga Jumat (23/8/2024) mendatang.
Chief of Technology Transformation Office (TTO) Kemenkes RI, Setiaji menjelaskan, Regulatory Sandbox merupakan program pengembangan inovasi digital kesehatan dalam negeri yang dilaksanakan melalui serangkaian mekanisme pengujian dan penilaian keandalan bisnis.
Dari proses tersebut, lanjutnya, penyelenggara IDK akan memperoleh masukan, rekomendasi, hingga pembinaan dari para ahli untuk pengembangan inovasi lebih lanjut yang sesuai dengan standar dan regulasi yang berlaku di Indonesia.
Di sisi lain, program ini juga menjadi wadah pembelajaran bagi pemerintah dalam mengembangkan kebijakan yang mendukung pertumbuhan inovasi digital kesehatan.
“Sekaligus sebagai komitmen dalam melindungi masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan berbasis digital,” kata Setiaji dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta pada Rabu (14/8/2024).
Setiaji melanjutkan, Regulatory Sandbox merupakan program lanjutan alias menjadi yang kedua untuk penyelenggara IDK, khususnya pada klaster telekesehatan.
“Tentunya memastikan bahwa inovasi yang dilakukan ini sesuai dengan standar maupun situasi yang ada, kemudian di satu sisi mereka bisa memberikan masukan untuk pemerintah,” katanya.
Cantohnya, kata Setiaji, pada saat tren telemedicine, di mana regulasinya baru ada pada saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Platform seperti halodoc dan klikdokter dan web konsultasi kesehatan virtual lainnya bisa disebut sebagai penyelenggara sistem elektronik.
“Bukan disebut sebagai faskes. Faskes tetap ada, seperti rumah sakit, klinik, dan sebagainya. Itu yang akan diatur. Itu produk akhir dari sandbox,” ucapnya.
Kemenkes akan melakukan penilaian mulai dari tata kelola, standar, sistem keamanan sampai menyentuh inklusivitas.
“Kita ingin agar layanan telemedicine ini juga bisa meng-cover orang-orang yang disabilitas seperti tunarungu, tunanetra, dan sebagainya. Itu sudah termasuk ke dalam penilaian berdasarkan kesuksesan sampel (sandbox) pertama, maka itu kita membuka lagi di tahun 2024,” ucapnya menjelaskan.
Regulatory Sandbox 2024 juga akan menyentuh aspek medical diagnosis. Adapun pendaftaran dibuka hingga 23 Agustus 2024. Kemudian akan berlanjut ke proses seleksi dan pengkategorian IDK pada 30 Agustus 2024. Selanjutnya dilakukan pendalaman model bisnis pada September 2024. Uji skenario pada Oktober 2024. Live testing pada November 2024, dan Rekomendasi pengembangan produk serta kebijakan pada Desember 2024.
Sebelum mengikuti Regulatory Sandbox, penyelenggara IDK tentu harus terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Selanjutnya dapat mengisi formulir yang dapat diakses di sini.
“Tentunya pemerintah sudah melakukan reviu dari sisi keamanan dan lainnya terkait diagnosis pasti ada alat ukurnya juga. Nantinya ada tim panel ahli yang akan melakukan reviu terdiri dari Univesitas Gadjah Mada (UI), Universitas Indonesia (UI), termasuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dari keamanan data dan lainnya,” tuturnya
Setiaji menambahkan, Sandbox 2024 akan menyentuh toko online kesehatan, di mana selama ini ada jual beli obat secara bebas semisal melalui Tokopedia, Shopee dan lainnya. Ini nantinya akan diatur oleh pemerintah.
“Di sana ada juga ternyata yang beli obat tanpa resep, itu akan membahayakan buat pasien dan itu harus kita atur berdasarkan tahapan-tahapannya,” ujarnya.
Setiaji menjelaskan, ada berbagai keuntungan yang didapat bagi penyelenggara IDK yang berpartisipasi dalam program ini, salah satunya tercatat resmi sebagai penyelenggara IDK dan berkesempatan untuk menjadi mitra Kemenkes RI.
Dengan menjadi mitra Kemenkes RI, penyelenggara IDK berhak mencantumkan identitas visual status kepesertaannya pada program Sandbox Kementerian Kesehatan – Regulatory Sandbox di berbagai media publikasi. Status kepesertaan ini terdiri dari Tercatat, Diawasi, hingga Dibina oleh Kemenkes RI.
“Status kepesertaan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan publik akan layanan yang diberikan, karena inovasi telah melalui serangkaian penilaian dan memenuhi rekomendasi yang diberikan Kemenkes RI,” kata Setiaji.
“Lalu, masyarakat akan lebih yakin menggunakan karena menyangkut keamanan dan lainnya. Maka itu akan ada regulasi yang membuat mereka jadi lebih nyaman untuk melakukan inovasi dari sisi kesehatan,” lanjutnya.
Setiaji menambahkan, ke depan akan ada inovasi therapeutic, di mana antara dokter dan pasien bakal berinteraksi lebih personal dan informasinya mudah diakses. Jadi, pasien tidak perlu mendatangi faskes.
“Tidak perlu ke rumah sakit, salah satunya dengan memasang alat di tubuh seperti glukosa monitoring. Saya rasa dokter akan mengetahui untuk pasien seperti apa,” kata dia.
Sebagai informasi, ini merupakan kedua kalinya Kemenkes RI menggelar program Regulatory Sandbox, setelah sebelumnya dilaksanakan perdana pada 2023 lalu. Adapun pelaksanaannya diatur melalui Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor HK.01.07/MENKES/1280/2023.
Pada 2023, program ini telah menghasilkan 46 penyelenggara IDK dengan status ‘Tercatat’ dan 15 dengan status ‘Diawasi’ oleh Kemenkes RI. Di sisi lain juga telah terpetakan 12 isu sebagai rekomendasi dalam pembentukan regulasi terkait praktik telekesehatan di masa mendatang.