Ekonomi

Keterlambatan Rilis APBN Kita: Transparansi Cuma Omon-omon?

Jika penerimaan negara menurun secara signifikan, ini bisa menjadi alasan mengapa pemerintah menunda rilis data APBN.

*Opini: Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta

APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) adalah fondasi utama dalam pengelolaan keuangan negara yang mencerminkan kebijakan fiskal pemerintah.

Demi menjaga kepercayaan publik dan kredibilitas ekonomi, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara rutin menerbitkan laporan bulanan APBNKita sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.

Namun, hingga saat ini, Kemenkeu belum merilis laporan APBNKita untuk Januari 2025.

Fenomena ini menimbulkan banyak pertanyaan terkait kondisi keuangan negara, efektivitas kebijakan fiskal, serta dampaknya terhadap stabilitas ekonomi dan pasar keuangan.

Mengapa APBNKita Belum Dirilis?

Salah satu alasan yang dikemukakan oleh Kemenkeu mengenai keterlambatan rilis APBNKita adalah jadwal yang padat dari para pejabat tinggi di kementerian tersebut.

Pernyataan ini tentu menimbulkan tanda tanya besar.

Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir, laporan APBNKita hampir selalu dirilis tepat waktu sebagai bentuk keterbukaan pemerintah dalam mengelola keuangan negara.

Jika sekadar faktor teknis yang menyebabkan keterlambatan, mengapa hingga kini belum ada kejelasan terkait kapan laporan tersebut akan dipublikasikan?

Kemungkinan lain yang patut dicermati adalah kondisi penerimaan negara yang tidak sesuai target. Dalam laporan APBN 2024, pendapatan negara dari sektor perpajakan dan non-pajak mengalami tekanan akibat perlambatan ekonomi global dan melemahnya harga komoditas ekspor utama Indonesia seperti batu bara dan minyak sawit.

Jika penerimaan negara menurun secara signifikan, ini bisa menjadi alasan mengapa pemerintah menunda rilis data APBN.

Publikasi laporan yang menunjukkan penurunan pendapatan bisa berdampak pada sentimen negatif di pasar keuangan dan mengurangi kepercayaan investor.

Dampak Kurangnya Transparansi terhadap Ekonomi dan Pasar

Kurangnya transparansi dalam pengelolaan APBN bisa berdampak serius bagi ekonomi nasional. Investor, pelaku pasar, hingga lembaga keuangan internasional sangat bergantung pada data fiskal yang dipublikasikan pemerintah untuk menilai kondisi ekonomi suatu negara.

Jika laporan APBNKita terus tertunda, kepercayaan terhadap kredibilitas fiskal Indonesia bisa terganggu, yang pada akhirnya dapat memicu berbagai dampak negatif.

Salah satu dampak utama adalah meningkatnya volatilitas di pasar keuangan. Investor yang tidak mendapatkan kepastian mengenai kondisi fiskal negara cenderung bersikap lebih berhati-hati dalam menanamkan modalnya.

Hal ini bisa menyebabkan aliran modal keluar (capital outflow) yang berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dalam jangka panjang, melemahnya rupiah dapat meningkatkan biaya impor dan memperburuk defisit transaksi berjalan.

Selain itu, penundaan rilis APBNKita juga dapat berpengaruh terhadap pasar obligasi. Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sangat bergantung pada persepsi investor terhadap kesehatan fiskal pemerintah.

Jika investor mulai meragukan kemampuan pemerintah dalam mengelola APBN, permintaan terhadap obligasi pemerintah bisa menurun, yang pada akhirnya meningkatkan yield (imbal hasil) obligasi. Peningkatan yield ini berpotensi menambah beban utang pemerintah, terutama dalam membiayai defisit anggaran.

Apakah Ini Mengindikasikan Masalah Fiskal yang Lebih Besar?

Jika keterlambatan rilis APBNKita benar-benar disebabkan oleh kondisi penerimaan negara yang memburuk, maka Indonesia mungkin sedang menghadapi tantangan fiskal yang lebih serius dari yang diperkirakan.

Baca Juga  BRI Bukukan Keuntungan Rp15,98 Triliun pada Kuartal I 2024

Pada 2024, realisasi penerimaan negara memang mengalami tekanan akibat kebijakan fiskal ekspansif yang bertujuan untuk menopang pertumbuhan ekonomi. Namun, dengan menurunnya harga komoditas utama, kebijakan ini bisa berisiko memperlebar defisit anggaran di luar target yang telah ditetapkan.

Selain itu, belanja negara yang terus meningkat juga menjadi faktor yang perlu diperhitungkan.

Dengan pemilu yang baru saja berlangsung, kemungkinan adanya tekanan politik untuk meningkatkan belanja sosial dan infrastruktur cukup besar.

Jika penerimaan negara tidak tumbuh sesuai ekspektasi, maka defisit APBN bisa semakin melebar, yang pada akhirnya memaksa pemerintah untuk meningkatkan utang atau mengurangi belanja yang bersifat produktif.

Kekhawatiran Jika Kemenkeu Tidak Segera Merilis APBNKita

Ketidakpastian yang ditimbulkan akibat lambatnya rilis APBNKita dapat menimbulkan sejumlah kekhawatiran yang cukup serius.

Pertama, kurangnya transparansi dapat memicu spekulasi negatif di pasar. Tanpa informasi yang jelas, berbagai rumor dan asumsi bisa berkembang, yang berpotensi memperburuk persepsi terhadap kondisi ekonomi Indonesia.

Kedua, kredibilitas pemerintah dalam mengelola keuangan negara bisa dipertanyakan. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki manajemen fiskal yang cukup baik dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Namun, jika transparansi mulai dikorbankan, maka kredibilitas ini bisa tergerus dan berdampak negatif terhadap daya tarik investasi.

Ketiga, ketidakpastian dalam kebijakan fiskal dapat mengganggu perencanaan sektor swasta.

Banyak perusahaan yang menjadikan data APBN sebagai acuan dalam menyusun strategi bisnis mereka, terutama yang berkaitan dengan investasi dan ekspansi.

Jika data tersebut tidak tersedia, maka perusahaan mungkin akan bersikap lebih konservatif dalam pengambilan keputusan bisnis, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

Terakhir, kepercayaan publik terhadap pemerintah bisa menurun. Masyarakat berhak mengetahui bagaimana uang negara dikelola, terutama dalam situasi ekonomi yang penuh tantangan. Jika pemerintah tidak segera merilis laporan APBNKita, maka publik mungkin akan mulai mempertanyakan apakah ada sesuatu yang sedang disembunyikan.

Catatan Utama: Transparansi adalah Kunci

Dalam kondisi ekonomi global yang tidak menentu, transparansi menjadi faktor kunci dalam menjaga stabilitas ekonomi dan kepercayaan pasar.

Kementerian Keuangan harus segera memberikan klarifikasi terkait keterlambatan rilis APBNKita dan memastikan bahwa informasi keuangan negara tetap dapat diakses oleh publik.

Jika memang terjadi penurunan penerimaan negara atau pelebaran defisit, maka pemerintah seharusnya terbuka mengenai tantangan yang sedang dihadapi dan strategi apa yang akan diterapkan untuk mengatasinya.

Menunda rilis laporan keuangan negara hanya akan memperburuk persepsi dan meningkatkan spekulasi negatif.

Oleh karena itu, demi menjaga kredibilitas fiskal Indonesia, Kemenkeu harus segera merilis laporan APBNKita dan memastikan bahwa prinsip transparansi tetap dijunjung tinggi dalam pengelolaan keuangan negara.

Kepercayaan publik dan pasar tidak boleh dikorbankan demi kepentingan politik atau alasan administratif semata.

Related Articles

Back to top button