Sakawarta, Jakarta – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyebut sulit untuk membuktikan kecurangan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Pilpres 2024, kata dia, berbeda dengan Pemilihan Legislatif (Pileg) atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang pernah diulang lantaran terindikasi ada kecurangan TSM.
“Untuk tingkat nasional, memang terlalu sulit membuktikannya. Kita kan enggak bisa mengeneralisasi,” kata Jimly melalui program GASPOL! di Youtube Kompas.com, dikutip Senin (4/3/2024).
Menurut dia, kecurangan Pilpres 2019 lebih parah dibandingkan dengan Pilpres 2024. Pasalnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang saat itu menjabat presiden, mencalonkan lagi sebagai calon presiden.
“Sebenarnya 2019 itu lebih parah. Karena presidennya itu kampanye langsung, incumbent dan itu pemilu serentak juga,” ujar Jimly.
“Pilpres 2019 lebih ribet, dia (Jokowi) presiden. Dia berkampanye. Ke mana kira-kira sikap kepala desa?”.
Ia mengatakan, pihak yang menyuarakan hak angket tidak dihalang-halangi karena hak angket bisa digunakan untuk menyalurkan kekecewaan publik.
“Proses hukum ini jalanin saja. Tetapi proses politik ini enggak usah dihalangi juga, biar saja. Karena ini kan menyalurkan kekecewaan melalui ruang sidang forum politik di DPR, forum hukum di Bawaslu dan MK,” ujar Jimly.