Marak Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Perumahan di Bekasi, RI Bakal Jadi Importir Beras
Sudah lima tahun terakhir ini saja kita selalu impor beras tidak kurang dari 2,5 juta ton per tahun, pemerintah harus sikapi serius masalah ini.
Sakawarta, Jakarta – Ketua Umum Persaudaraan Tani dan Nelayan Indonesia (Petani), Rasminto menyoroti maraknya alih fungsi lahan pertanian di Bekasi, Jawa Barat.
“Kabupaten Bekasi, yang selama ini dikenal sebagai salah satu lumbung padi di Jawa Barat, kini menghadapi tantangan serius dengan semakin masifnya alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan”, kata Rasminto dalam keterangan tertulis dikutip di Jakarta, Jumat (14/6/2024).
Perubahan ini telah menyebabkan kekhawatiran yang mendalam bagi nasib para petani. Ia mencatat, dalam sepuluh tahun terakhir, lebih dari 13 ribu hektare lahan sawah telah beralih fungsi menjadi kawasan perumahan dan industri.
Menurutnya, dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2022, luas lahan sawah Kabupaten Bekasi tahun 1990 teridentifikasi sebesar 86.674,70 ha, hingga tahun 2018 luas lahan sawah di Kabupaten Bekasi menjadi 72.824,06 ha.
“Lahan persawahan menyusut sebanyak 13.850,64 ha atau 16 persen dari luas awal tahun 1990. Fenomena ini dipicu oleh tingginya permintaan akan hunian di sekitar kawasan metropolitan Jakarta, yang mendorong pengembang untuk terus memperluas proyek perumahan ke wilayah Bekasi”, ujarnya.
Akademisi Geografi Unisma Bekasi ini melanjutkan, alih fungsi lahan pertanian menyebabkan semakin berkurangnya lahan pertanian produktif.
“Jika tren ini terus berlanjut, kita bisa kehilangan potensi pertanian yang sangat penting untuk ketahanan pangan nasional sekitar 160 ribuan ton gabah per tahun,” ujarnya.
Pihaknya menuntut pemerintah serius menyikapi persoalan ini jika Indonesia tidak mau menjadi importir beras nantinya.
“Sudah lima tahun terakhir ini saja kita selalu impor beras tidak kurang dari 2,5 juta ton per tahun, pemerintah harus sikapi serius masalah ini, khususnya Kementan, Kementerian ATR/BPN, Pemprov Jabar dan Pemkab Bekasi. Jangan mudah berikan ijin alih fungsi lahan sawah jadi perumahan, apalagi di zonasi lahan pertanian abadi,” tegasnya.
Di sisi lain, Omis (63 tahun) petani asal Kp. Pulokukun Desa Sukadarma Kecamatan Sukatani mengungkapkan keresahannya karena di tempatnya banyak lahan sawah yang sudah berubah jadi perumahan.
“Lahan sawah di tempat saya banyak yang sudah berubah jadi perumahan, petani pun bingung tidak bisa berbuat banyak dan kami tergerus mau kerja apa nanti?” keluhnya.
Ia melanjutkan, terdapat perumahan yang diduga membangun perumahan tidak sesuai prosedur.
“Contoh di kampung kami ada pembangunan perumahan Griya Al Fatih seluas 1,4 ha di lahan sawah dibangun sejak 2018 diduga menyalahi aturan, awalnya izinnya KSB (kavling siap bangun) nyatanya dibangun perumahan yang seperti sekarang ini ada sekitar 100an unit dan perumahan Griya Al Maidah seluas 7-10 ha”, jelasnya.
“Awal pembangunan 2018, kami warga menolak keras pembangunan karena merusak lahan pertanian bahkan ada intervensi oknum aparat pada kami. Banyak intervensi kepada kami saat itu yang dilakukan oknum aparat, apa daya akhirnya berlanjut pembangunannya,” ucapnya menambahkan.
Ia berharap Pj Bupati Bekasi tegas menjaga kelestarian lahan pertanian dan tegas menindak pengembang yang tidak sesuai prosedur.
“Bapak Pj Bupati harus tegas jaga lahan pertanian Bekasi, kami petani tidak bisa kerja selain bertani pak. Bapak perlu tegas pak, kalo gak kami makin susah pak,” harapnya.