Menag Yaqut Ingin Jadikan KUA Tempat Nikah Semua Agama
Kita ingin menjadikan KUA itu tempat untuk bisa digunakan oleh saudara-saudara kita dari semua agama untuk melakukan proses pernikahan.
Sakawarta, Jakarta – Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas sedang membahas langkah-langkah untuk menindaklanjuti gagasan agar Kantor Urusan Agama (KUA) bisa melayani pencatatan pernikahan semua pemeluk agama, bukan hanya umat Islam.
Menurut Yaqut, segala persiapan menyangkut mekanisme, aspek, dan penyesuaian-penyesuaian yang perlu dilakukan tengah dibicarakan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag beserta ditjen-ditjen bimas non-Islam lainnya.
“Kita ingin menjadikan KUA itu tempat untuk bisa digunakan oleh saudara-saudara kita dari semua agama untuk melakukan proses pernikahan, karena KUA ini adalah etalase Kementerian Agama ya, kementerian untuk semua agama. KUA juga memberikan pelayanan keagamaan pada umat agama non Islam,” ujar Yaqut kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (26/2/2024).
Ketika ditanya apakah gagasan tersebut akan berarti merevisi UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Pendudukan, Yaqut mengatakan pemerintah masih perlu waktu untuk menjalankan prosesnya.
Namun, dia mengaku optimistis mendapat banyak dukungan untuk mentransformasikan KUA sebagai tempat pencatatan nikah semua umat beragama.
“Saya optimistis lah kalau untuk kebaikan seluruh umat agama, mau merevisi undang-undang atau apa pun saya kira orang akan memberi dukungan,” katanya.
“Selama ini kan saudara-saudara kita non Islam mencatatkan pernikahannya di catatan sipil. Kita ingin memberi kemudahan. Masa enggak boleh memberikan kemudahan kepada semua warga negara?” ujar Yaqut menambahkan.
Yaqut pun memastikan bahwa pemerintah akan melibatkan tokoh semua agama dalam pembahasan rencana KUA jadi tempat pernikahan umat semua agama. Berdasarkan UU Nomor 2003 Tahun 2006, pencatatan pernikahan warga negara Indonesia dibedakan sesuai agama.
Pernikahan Muslim dicatat KUA sementara umat agama lain dicatat Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Aturan itu sempat digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dinilai diskriminatif dan menciptakan kasta-kasta di masyarakat.