Pakar: RUU Polri Berkisar pada Potensi Penumpukan Kekuasaan di Tangan Polisi
Kritik utama terhadap RUU Polri berkisar pada potensi penumpukan kekuasaan di tangan Polri yang dapat menimbulkan konflik kewenangan dengan instansi lain.
Sakawarta, Jakarta – Polemik mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Polri terus mengemuka di masyarakat. Institusi yang saat ini dipimpin oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo itu terus dituntut menjadi lembaga penegak hukum yang humanis dan menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM).
Direktur Eksekutif Human Studies Institute, Rasminto menyatakan bahwa RUU Polri itu diajukan sebagai respons terhadap tantangan yang dihadapi Korps Bhayangkara.
“Ada tuntutan untuk meningkatkan profesionalisme dan efektivitas Polri dalam menghadapi kejahatan yang semakin kompleks dan dinamis. Di sisi lain, ada kebutuhan untuk memastikan bahwa Reformasi ini tidak menjadikan Polri sebagai lembaga super power yang dapat mengabaikan atau mengambil alih peran dan fungsi kementerian/lembaga lain,” ujar Rasminto dalam keterangannya dikutip di Jakarta, Rabu (19/6).
Menurut dia, keseimbangan ini krusial untuk mencegah potensi penyalahgunaan wewenang yang dapat mengancam prinsip-prinsip demokrasi dan HAM.
“Kritik utama terhadap RUU Polri berkisar pada potensi penumpukan kekuasaan di tangan Polri yang dapat menimbulkan konflik kewenangan dengan instansi lain,” tuturnya.
Lebih lanjut Rasminto mengemukakan beberapa pasal dalam RUU tersebut dikhawatirkan dapat memberikan kewenangan yang terlalu luas kepada Polri, termasuk dalam bidang yang secara konstitusi menjadi kewenangan lembaga lain.
“Situasi ini mengharuskan adanya pengawasan dan pembatasan yang jelas untuk memastikan bahwa Polri tetap beroperasi dalam batasan hukum yang proporsional dan sesuai dengan prinsip checks and balances,” jelasnya.
Oleh karena itu, sambung dia, pembahasan RUU Polri harus dilandasi oleh semangat Reformasi yang menekankan pentingnya akuntabilitas, transparansi, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
“Pendekatan ini tidak hanya memastikan bahwa Polri dapat berfungsi sebagai lembaga yang profesional dan humanis, tetapi juga mencegah potensi ekses kewenangan yang dapat merugikan integritas institusi lainnya,” imbuh Rasminto.
Dengan demikian, Reformasi Polri melalui pengaturan kelembagaan berdasarkan peraturan perundang-undangan perlu dirancang sedemikian rupa.
“Itu agar dapat mewujudkan sinergi yang efektif antar lembaga, meningkatkan kepercayaan publik, dan memperkuat tatanan hukum di Indonesia,” ucapnya memungkasi.