Ekonomi

Saldo Anggaran Lebih (SAL) jadi Andalan Menkeu Purbaya Yudhi

*Opini: Awalil Rizky, Ekonom Bright Institute

Sakawarta, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menggebrak dengan kebijakan memindahkan dana Pemerintah sebesar Rp200 triliun dari rekening di Bank Indonesia (BI) ke Bank Himbara. Dana dimaksud adalah sebagian dari posisi Saldo Anggaran Lebih (SAL).

Sri Mulyani Indrawati pada akhir masa jabatan juga telah menyetujui pemakaian SAL sebesar Rp16 triliun untuk membiayai Koperasi Desa Merah Putih. Mekanismenya pun dengan memindah terlebih dahulu dana SAL ke Bank Himbara.

SAL merupakan akumulasi neto dari sisa lebih atau sisa kurang pembiayaan tahun-tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan, ditambah atau dikurangi dengan koreksi pembukuan. Posisi SAL per akhir tahun dapat dilihat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun bersangkutan.

Penyebab awal dari adanya SAL adalah realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) yang tak sama dengan rencananya. APBN selama ini selalu disusun bersifat defisit, rencana Belanja melebihi target Pendapatan. Untuk menutupi defisit itu terutama dengan berutang.

Dalam realisasinya, besar defisit tidak persis seperti rencana, dan lebih sering lebih sedikit. Padahal, berutang terlanjur dilakukan karena antara lain karena alasan arus kas. Akibatnya, meski tetap defisit terdapat kelebihan duit sisa anggaran.

Kelebihan anggaran tersebut disebut sebagai Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA). Penggunaan SiLPA tidak boleh langsung dipergunakan pada tahun anggaran berikutnya, melainkan masuk dahulu pada saldo SAL. Akibatnya SAL terus terakumulasi, dan hanya dipergunakan sesuai yang ditetapkan dalam APBN.

Kondisi SAL wajib disajikan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) pada bagian Laporan Perubahan SAL. Terdapat informasi tentang kenaikan atau penurunan SAL selama periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Disajikan SAL awal 1 Januari, Sisa Lebih atau Kurang sampai dengan 31 Desember, Penyesuaian SAL, dan kemudian SAL akhir tahun laporan.

Perkembangan Saldo SAL

Realisasi APBN tahun 2024 mencatat kelebihan anggaran yang dikenal sebagai Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp45,73 triliun. Selama periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2023, memang cenderung dialami kelebihan pembiayaan. Hanya pernah terjadi kekurangan pembiayaan pada tahun 2005 dan tahun 2007.

Secara rerata, selama periode 2005-2009 dialami kelebihan sebesar Rp18,30 triliun per tahun. Pada periode 2010-2014 sebesar Rp32,22 triliun. Pada periode 2015-2019 sebesar Rp33,21 triliun. Pada periode 2020-2024 sebesar Rp107,59 triliun. SiLPA mencatat rekor pada tahun 2020 yang mencapai Rp245,60 triliun.

Selama periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2024, memang cenderung dialami kelebihan pembiayaan. Hanya pernah terjadi kekurangan pembiayaan pada tahun 2005 dan tahun 2007.

Kecenderungan terjadinya SiLPA hampir tiap tahun mengakibatkan saldo SAL terus bertambah. Ditambah lagi dengan SAL yang tidak selalu dilakukan pada tiap tahun anggaran, atau dipakai dalam jumlah yang lebih sedikit dari SiLPA.

Baca Juga  YKAN Dukung Pembangunan Lestari di Sabu Raijua melalui Pendekatan SIGAP

Posisi SAL per 31 Desember 2024 sebesar Rp457,54 triliun. Sedikit menurun dari posisi 31 Desember 2023 (Rp459,50 triliun) dan 2022 (Rp478,96 triliun). Namun jauh melebihi tahun-tahun sebelumnya, seperti per 31 Desember 2014 atau awal periode Jokowi, yang sebesar Rp86,14 triliun.

Ketentuan yang mengalami perubahan dalam tiga PMK itu adalah mengenai penggunaan. Aturan terkini dalam PMK No.147/2021 pada Pasal 8 ayat 1 disebutkan SAL digunakan untuk: a. pemenuhan kebutuhan kas temporer; b. pemenuhan pembiayaan anggaran; dan/ atau c. stabilisasi.

Pada aturan sebelumnya, PMK No.206/2010 Pasal 9 ayat 1 hanya dinyatakan diutamakan untuk digunakan dalam rangka membiayai defisit APBN tahun anggaran berjalan. Ayat 2 menyebut penggunaan SAL sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai Undang-Undang mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Kemudian pada PMK No.203/2013 Pasal 9 ayat 1 dikatakan bahwa SAL digunakan dalam rangka: a. menutup kekurangan pembiayaan APBN; dan/atau b. memenuhi kebutuhan pengeluaran Negara pada saat tertentu dalam hal realisasi penerimaan Negara tidak mencukupi membiayai pengeluaran tersebut. Namun dibatasi oleh ayat selanjutnya, dilaksanakan sesuai Undang-Undang mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

SAL bisa dipinjamkan pemerintah pusat kepada beberapa pihak lain sejak diundangkannya Peraturan Menteri Keuangan nomor 88 tahun 2024. Pihak dimaksud adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Pemerintah Daerah, dan Badan Hukum Lainnya (BHL).

Kas dan Setara Kas dalam Neraca Pemerintah Pusat
Neraca merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan Pemerintah Pusat mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada akhir tahun. Penyusunan dan penyajiannya merupakan bagian dari LKPP yang mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). SAP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.

Diatur pula perlakuan penyusunan dan penyajian aset sesuai kelompok atau subkelompok jenisnya. Nilai aset per 31 Desember 2023 sebesar Rp13.692,37 triliun, terdiri dari 6 kelompok aset. Antara lain: Aset Lancar (Rp906,12 triliun), Investasi Jangka Panjang (Rp4.391,55 triliun), Aset Tetap (Rp7.149,82 triliun), Piutang Jangka Panjang (Rp48,62 triliun), Properti investasi (Rp110,54 triliun), dan Aset Lainnya (Rp1.085,72 triliun).

Aset Lancar terdiri dari 7 kelompok. Antara lain: Kas dan setara kas, Uang muka rekening Bendahara Umum Negara, Investasi Jangka Pendek, Belanja dibayar di muka dan uang muka belanja, Pendapatan yang Masih harus diterima, Piutang, dan Persediaan.

Kas dan setara kas tercatat sebesar Rp429,67 triliun. Dalam rinciannya terdapat dua item terbesar. Kas di Rekening Pemerintah di Bank Indonesia dan Bank Umum dalam Rupiah sebesar Rp180,92 triliun, dan Kas di Rekening Pemerintah di Bank Indonesia dan Bank Umum dalam Valuta Asing sebesar Rp169,11 triliun.

Dari uraian di atas, kebijakan Purbaya memindah dana di rekening Bank Indonesia ke bank Himbara memang dimungkinkan. Namun masih perlu dicermati, apakah kondisi “kelonggaran” arus kas cukup memadai. Bisa dikatakan bahwa “kas menganggur” tidak sama dengan nilai posisi SAL pada rekening BI, melainkan lebih sedikit.

Related Articles

Back to top button