Bisnis

Tantangan Industri Semen Tahun 2025

Ekspor menjadi salah satu alternatif untuk membuat industri semen tetap bertahan.

Sakawarta, Jakarta – Ketua Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Lilik Unggul Raharjo mengatakan industri semen akan menghadapi beberapa tantangan ke depan pada tahun 2025 ini.

Lilik mengungkapkan tantangan pertama yakni rendahnya utilisasi dan perlunya Moratorium. Tren kapasitas pabrik semen di Indonesia terus naik dari 2018 sebesar 107 juta ton per tahun, hingga puncaknya di 2023 sebesar 119,9 juta ton pertahun.

Sementara demand pengalami penurunan dari 69,5 juta ton di tahun 2018 menjadi 64,9 juta ton di 2024, maka utilisasi pabrik mengalami penurunan mulai 2020 saat pandemi hingga sekarang hanya sekitar 56% dan belum kembali pada posisi sebelum pandemi sekitar 65%.

“Dengan utilisasi pabrik masih rendah berkisar 56,5% sehingga diperlukan moratorium untuk pembangunan pabrik semen baru,” ucap dia dalam keterangan tertulisnya dikutip Minggu (2/2/2025).

Lilik menerangkan, permintaan moratorium berlandaskan beberapa pertimbangan, di antaranya profitability menurun yang potensi mengancam keberlanjutan industri semen eksisting sehingga menghambat investasi dalam rangka untuk menurun emisi CO2 industri semen seperti yang digaungkan oleh pemerintah.

“Dengan profitability yang menurun maka kontribusi pajak juga menjadi menurun. Hal lain yang menjadi concern adalah adanya potensi pengurangan tenaga kerja,” ucap dia.

Dengan utilisasi yang masih rendah, terang Lilik, maka ekspor menjadi salah satu alternatif untuk membuat industri semen tetap bertahan.

“Walaupun margin yang didapat sangat rendah mengingat kompetisi regional sangat ketat karena excess-capacity juga terjadi di wilayah Asean, China, India, Pakistan,” ujar Lilik.

Dia mengatakan saat ini telah dilakukan moratorium untuk pembangunan pabrik semen baru oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementrian Investasi, namun baru dalam tahap penguncian investasi baru di Online Submission System. Mengenai ini, struktur yang lebih baik dan terarah wajib dilaksanakan, terutam perlunya dikeluarkan produk hukum yang menjadi payung hukum moratorium.

“Tingkat Ideal utilisasi pabrik semen ada di 85%. Terkait dengan ini, moratorium paling tidak diharapkan masih akan berjalan sampai 10 tahun kedepan, dengan asumsi pertumbuhan 3% setiap tahun,” ujar Lilik.

Baca Juga  Jotun Siap Sukseskan Program Tiga Juta Rumah, Dukung Perputaran Ekonomi Nasional

Selain target moratorium, pengawasan lapangan juga wajib ditingkatkan. Terkait hal ini, pelaku industri membutuhkan kepastian hukum, atas pelaksanaan moratorium, mengingat masih adanya investor baru yang tetap berencana membangun pabrik semen sehingga menimbulkan persaingan yang tidak sehat, dan pelaku industri semen saat ini tidak terinsentif untuk melakukan inovasi dan pengembangan industri.

“ASI berharap pemerintah dapat memberikan stimulus ekonomi untuk proyek-proyek insfrastruktur nasional, serta stimulus untuk pembangunan rumah menengah ke bawah,” ucap Lilik.

Pabrik Solusi Bangun Indonesia. Foto: SBI.

Kedua, kebijakan Zero Over Dimension and Over Load (ODOL). Dia menjelaskan, mempertimbangkan kesiapan dari segala aspek, dan potensi kenaikan ongkos angkut dan produksi, maka ASI mengusulkan penerapan zero ODOL agar dilakukan transisi dengan timeframe yang jelas.

Hal ini mengingat perlunya berbagai persiapan diantaranya terkait penyiapan angkutan sesuai spesifikasi baru, penyiapan infrastruktur, kejelasan implementasi lapangan serta roadmap transisi lainnya. “UGM Bersama Apindo telah melakukan study terkait,” ujar Lilik.

Ketiga, Dekarbonisasi. Dia mengutarakan, industri semen di Indonesia siap mendukung green industry dalam penurunan CO2 dan telah menyusun roadmap yang selaras dengan NDC 2030 dan NZE 2050 melalui berbagai inisiatif. Inisiatif itu seperti menggantikan sebagian bahan bakar fosil dengan bahan bakar alternatif dari penggunaan EBT seperti biomassa, sampah kota seperti RDF, dan limbah industri. Lalu, memproduksi semen ramah lingkungan dengan kandungan karbon rendah seperti PCC, PPC, Slag Cement dan Semen Hidraulis.

“Kemudian, peningkatan efisiensi energi diantaranya dengan penerapan teknologi digital,” ucap Lilik.

Maka itu, industri semen memerlukan support dari Kementrian terkait seperti Kementrian Perindustrian, KLH, PUPR dan ESDM yang berhubungan dengan policy, insentif dan skema Nilai Ekonomi Karbon yang yang jelas sehingga memotivasi industrui semen untuk melakukan inisiatif inisiatif dekarbonisasi. Keselarasan antara beberapa Kementrian di atas sangatlah penting.

Dalam implementasi semen ramah lingkungan, terang dia, saat ini ASI sedang berkoordinasi dengan Kementrian PU untuk perubahan spesifikasi penggunaan semen ramah lingkungan di perkerjaan Konstruksi di Indonesia. ASI sangat membutuhkan support dari Kementrian PU agar perubahan spesifikasi segera terlaksana.

“Mengingat perlunya investasi dalam implementasi program dekarbonisasi, maka kondisi ekonomi yang sehat dan industi semen sangat diperlukan, sehingga sperti disebutkan diatas kebijakan Moratorium menjadi suatu keharusan,” kata Lilik.

Related Articles

Back to top button