Ekonomi

IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI jadi 4,7%, Ini Dampaknya Bagi Indonesia

Pemotongan bantuan pembangunan dari negara-negara maju memperparah dilema fiskal.

Sakawarta, Jakarta – International Monetary Fund atau IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global, termasuk Indonesia menjadi 4,7% pada 2025 dan 2026. Angka ini menurun dari proyeksi pada Januari 2025 yaitu sebesar 5,1 persen.

Menanggapi itu, Ekonom dari Universitas Andalas Prof. Syafruddin Karimi berpendapat, pernyataan IMF yang menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global, termasuk Indonesia, mencerminkan kekhawatiran serius terhadap dampak jangka pendek dari ketegangan geopolitik dan kebijakan proteksionis.

Menurut dia, ketika Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menaikkan tarif secara agresif terhadap hampir seluruh mitra dagangnya, termasuk Tiongkok, Eropa, dan negara-negara berkembang, pasar global merespons dengan ketidakpastian dan volatilitas tinggi.

Ia mencatat bahwa IMF memproyeksikan pertumbuhan global 2025 hanya akan mencapai 2,8%, yang merupakan tingkat paling rendah sejak pandemi COVID-19.

Bagi Indonesia, kata Syafruddin, proyeksi turun menjadi di bawah 5% menandakan bahwa fondasi ekspor dan konsumsi nasional tertekan akibat kombinasi dari perlambatan ekonomi mitra dagang utama, fluktuasi harga komoditas, dan pelemahan daya beli domestik.

“Sinyal ini penting sebagai peringatan bahwa Indonesia harus segera mengambil kebijakan penyeimbang, tidak hanya untuk memperkuat ketahanan ekonomi domestik, tetapi juga untuk menyusun ulang strategi dagang dan investasi luar negeri agar lebih adaptif di tengah tekanan global yang terus berubah,” kata dia dikutip dari keterangan resmi Kamis (24/4/2025).

Syafruddin melanjutkan, laporan terbaru dari International Monetary Fund (IMF) memperingatkan bahwa tekanan ekonomi akibat kebijakan tarif baru Amerika Serikat berisiko mendorong utang publik global ke tingkat tertinggi sejak Perang Dunia II, melampaui level pandemi COVID-19.

Baca Juga  Menteri PKP Maruarar Sirait Tinjau Hunian Tetap Tahap 3 Korban Gempa Cianjur

Sebab, dalam Fiscal Monitor yang dirilis pada 23 April 2025, IMF memproyeksikan utang publik global akan mencapai 95,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia pada 2025 dan terus meningkat hingga 99,6% pada 2030 (Lawder, 2025).

“Lonjakan utang ini disebabkan oleh perlambatan ekonomi global, peningkatan belanja sosial dan pertahanan, serta meningkatnya biaya layanan utang seiring naiknya tekanan inflasi,” katanya.

Menurut IMF, kata Syafruddin, tarif yang diumumkan oleh AS dan balasan dari negara lain menambah ketidakpastian kebijakan dan memperburuk prospek pertumbuhan.

Dalam skenario ekstrem, lanjutnya, jika tarif diperluas dan menyebabkan penurunan pendapatan serta output ekonomi, rasio utang terhadap PDB bisa melonjak di atas 117% pada 2027, mendekati kondisi pasca-Perang Dunia II (Lawder, 2025).

“Indonesia, sebagai negara berkembang yang sangat bergantung pada perdagangan global, berada dalam posisi yang rentan terhadap guncangan seperti ini,” ujarnya.

Menurut dia, negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, akan menghadapi tekanan ganda penurunan ekspor dan tuntutan publik terhadap bantuan sosial di tengah pelemahan penerimaan negara.

Sebab, IMF juga mencatat bahwa pemotongan bantuan pembangunan dari negara-negara maju memperparah dilema fiskal di negara-negara Global South.

“IMF menyerukan kepada negara-negara untuk mulai menyusun rencana konsolidasi fiskal yang kredibel dan bertahap. Setiap belanja baru harus dikompensasi dengan pemangkasan belanja lain atau penambahan pendapatan. Ini menjadi seruan penting bagi Indonesia untuk menjaga disiplin fiskal dan tidak terlalu bergantung pada ekspansi anggaran yang tidak terukur, apalagi dalam situasi global yang sarat ketidakpastian,” katanya.

Related Articles

Back to top button