Hot News

Kiat Angkie Yudistia agar Anak Disabilitas Tetap Sukses Dalam Keterbatasan

Itu bukan sesuatu yang gampang, tentunya orang tua harus berdaya supaya anak itu bisa berkarya.

Sakawarta, Jakarta – Staf Khusus (Stafsus) Presiden Joko Widodo, Angkie Yudistia membagikan kiat bagi para orang tua yang memiliki anak dengan problem penyandang disabilitas.

Menurut Angkie, ibu memiliki peran krusial dalam tumbuh kembangnya anak. Betapa tidak, peran penting seorang ibu sudah ada dari tahapan mengandung, merawat kehamilan, hingga melahirkan sang buah hati.

Hal yang tidak kalah penting ialah empowering atau pemberdayaan bagi sang anak hingga dewasa, agar siap dalam segala aspek supaya dapat sukses berkarier.

“Ketika sang ibu kuat, maka anak kuat. Ibu hebat, anak hebat. Ibu tegar, anak lebih tangguh. Jadi, peran ibu ini sangat krusial dalam mendidik anak-anaknya,” kata Angkie saat ditemui di Jakarta, Rabu (17/7/2024).

Ia tidak mengesampingkan peran ayah. Angkie berpendapat, dibutuhkan sinergi antara ibu dan ayah sebagai orang tua untuk terus mendukung satu sama lain dalam satu kesatuan, harus menerima kenyataan diberi anugerah anak berkebutuhkan khusus. Jadi, orang tua harus mengikhlaskan kondisi tersebut.

“Itu bukan sesuatu yang gampang, tentunya orang tua harus berdaya supaya anak itu bisa berkarya,” ucapnya.

Di sisi bersamaan, kata Angkie, saat ini sudah ada komunitas dan organisasi yang mewadahi penyandang disabilitas.

Angkie percaya, masyarakat Indonesia memiliki sikap tenggang rasa dan toleransi yang kuat terhadap anak berkebutuhan khusus. Hal ini dapat mengikis stigma negatif perihal disabilitas yang dihantui keterbatasan.

“Saya percaya masih banyak orang-orang baik, bagaimana gotong royongnya ada, dan itu harus kita pupuk,” tuturnya.

Angkie juga percaya, anak disabilitas dilahirkan memiliki suatu kelebihan. Dengan demikian, untuk memaksimalkan hal tersebut tentu tidak terpisahkan dari peran dan kasih sayang orang tua.

Perempuan kelahiran 5 Juni 1987 itu menilai, lingkungan memiliki peran penting dalam mendukung kemajuan anak disabilitas untuk bisa tumbuh kuat menerima keterbatasan tersebut.

“Harus diingatkan kembali kepada orang tua, hidup itu selalu ada pilihan, harus maju terus atau pasrah,” ucapnya.

Gerakan selama lima tahun menjadi stafsus

Foto: Instagram/Angkie Yudistia.

Angkie sudah lima tahun ini menjadi Stafsus Presiden Joko Widodo. Ia pun menegaskan ihwal komitmen serius pemerintah dalam mewujudkan pelayanan publik yang inklusif bagi penyandang disabilitas.

Angkie lantas menyinggung keberadaan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Setelah ia pelajari, agar kebijakan di dalam UU berjalan, maka harus dibuat peraturan turunan seperti peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (Perpres).

“Jadi perjuangan kita lima tahun kemarin itu adalah bagaimana mengesahkan berbagai kebijakan itu, bersinergi dengan kementerian/Lembaga (K/L). Akhirnya kami berhasil (mendorong lahirnya) tujuh PP dan dua Perpres yang mencakup pendidikan, tenaga kerja, rehabilitasi, kesehatan, ekonomi, pendataan, seluruh aspek penyandang disabilitas,” ucap perempuan lulusan London School of Public Relations (LSPR) Jakarta ini.

Angkie menuturkan, selanjutnya masih ada unsur peraturan Menteri (Permen), sehingga K/L diharuskan membuat peraturan terkait penerimaan rekrutmen bagi penyandang disabilitas dan segala aspeknya. Ini tentu menjadi kajian lintas sektoral antara K/L.

“Tantangannya sudah pasti peraturan daerah (Perda) karena Indonesia ini cukup luas, untuk mencapai kesempurnaan tentu perlu waktu dan isu ini harus terus diperjuangkan, maka dibentuklah Komisi Nasional Disabilitas (KND) yang berfungsi untuk mengawasi keseluruhan kebijakan,” jelasnya.

Baca Juga  Pemerintah Diminta Komit Lindungi Alam dan Keanekaragaman Hayati Kepulauan Aru

“UMKM juga terus kita support, meskipun ini bisa dibilang masih jauh dari target, tetapi setidaknya kita mulai,” ucap Angkie menambahkan.

Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2020 terdapat 22,9 juta jiwa penyandang disabilitas di Indonesia. Menurut dia, selama angka stunting masih tinggi, maka tingkat disabilitas juga tinggi.

Hal itu, kata dia, belum mencakup dari disabilitas yang disebabkan oleh kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas, dan ketidakterbukaan orang tua terhadap anaknya sebagai kelompok disabilitas.

Karena ini berkaitan dengan angka, maka ia prediksi jumlah penyandang disabilitas di Indonesia akan bertambah terus tiap tahunnya, jauh di atas dari data BPS tersebut.

Angkie berkata, dirinya sempat bersinergi dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil atau Dukcapil, untuk pendataan. Sebab, permasalahan utama penyandang disabilitas mencakup pendataan.

Kata Angkie, Dukcapil sempat jemput bola mendatangi rumah-rumah, sekolah, hingga menyentuh komunitas dalam rangka pengumpulan data terkait penyandang disabilitas di Indonesia.

“Banyak penyandang disabilitas yang belum terdaftar sebagai disabilitas. Alasannya bermacam-macam. Kedua, masih banyak orang tua yang tidak mau mengakui ada keluarganya disabilitas,” katanya.

Padahal, menurut Angkie, apabila sudah terdata penuh, maka solusi program maupun kebijakan seperti dalam hal penyaluran bantuan sosial (bansos) dari pemerintah untuk kelompok disabilitas akan tepat sasaran.

Angkie menyadari ada beragam disabilitas seperti sensorik atau keterbatasan fisik dalam jangka waktu lama sehingga seseorang mengalami hambatan dan kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan.

“Sensorik tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, tidak bisa jalan, dan lainnya,” ucapnya.

Itu belum ditambah perihal disabilitas intelektual dan mental.

“Lebih berat lagi ganda, tidak bisa dengar-tidak bisa lihat. Dari situ pemerintah juga belajar bahwa ini sangat beragam terkait disabilitas dengan ragamnya masing-masing dan data ini penting supaya valid untuk dimutakhirkan agar dapat ada penyelarasan implementasi dengan daerah,” kata Angkie.

Angkie mendorong untuk lebih banyak penyandang disabilitas yang aktif tidak hanya di luar pemerintahan saja, tetapi juga di dalam pemerintahan.

“Supaya kebijakan-kebijakan ini jauh lebih inklusif mengingatkan bahwa setiap kebijakan ini ada peran penyandang disabilitas untuk bisa menjadi program yang prioritas,” kata dia

Ia mencatat, saat ini sudah ada aturan perihal wajib merekrut penyandang disabilitas sebanyak 2% untuk di pemerintah dan BUMN, serta 1% untuk sektor swasta.

“Kita lihat setiap tahun ada perekrutan, ada penerimaan penyandang disabilitas untuk di ASN. Dengan demikian, semakin banyak penyandang disabilitas bisa berkarier di dalam pemerintahan,” ujarnya.

Di sisi bersamaan, Angkie mendorong dari segi political will, agar penyandang disabilitas dapat mendobrak melalui sisi pendidikan.

“Kita sangat mendorong untuk pendidikan vokasi dan itu diperlukan sekali untuk bisa mencetak talenta-talenta disabilitas yang profesional. Kita juga mendorong setelah disabilitas ini lulus, mereka bisa menjadi guru di sekolah dan itu kembali lagi ke kebijakan sekolahnya. Ini bagus untuk dia bisa mengabdi kepada generasi-generasi berikutnya,” kata Angkie memungkasi.

Related Articles

Back to top button