Lifestyle

Monitoring Kesehatan Terumbu Karang: Upaya Pelestarian Bentang Laut Kepala Burung di Papua

Wilayah ini merupakan rumah bagi lebih dari 1.700 spesies ikan di dunia, serta bagi lebih dari 75% jenis karang lunak dan keras di dunia.

Sakawarta, Jakarta – Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan (P2KP) Provinsi Papua Barat Daya, Universitas Papua (UNIPA), Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), dan para mitra lainnya kembali melakukan kegiatan monitoring kesehatan karang pada 28 September hingga 11 Oktober 2024.

Kegiatan monitoring kesehatan terumbu karang atau Reef Health Monitoring (RHM) telah dilaksanakan sejak tahun 2009 di beberapa kawasan konservasi perairan yang terletak di Bentang Laut Kepala Burung, Papua.

Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat Daya, Absalom Solossa menjelaskan, kawasan Bentang Laut Kepala Burung terletak di jantung segitiga karang, menjadi pusat keanekaragaman hayati laut dunia.

Ia mengungkapkan, wilayah ini merupakan rumah bagi lebih dari 1.700 spesies ikan di dunia, serta bagi lebih dari 75% jenis karang lunak dan keras di dunia.

Absalom Solossa menuturkan, tingginya keanekaragaman hayati kawasan Bentang Laut Kepala Burung menjadikan wilayah ini prioritas upaya konservasi perairan, baik bagi Indonesia maupun dunia.

“Kami berterima kasih kepada YKAN, UNIPA, dan mitra-mitra lain yang sejak awal selalu mendukung pelestarian alam di wilayah ini. Dalam mendukung upaya pengelolaan berkelanjutan, monitoring kesehatan terumbu karang yang dilakukan secara berkala ini menjadi kegiatan yang sangat penting,” kata Absalom Solossa dikutip dari rilis pers Kamis (17/10/2024).

Monitoring kesehatan terumbu karang yang mendapat dukungan dari Blue Action Fund (BAF) ini dilaksanakan di Kawasan Konservasi di Perairan Misool Bagian Utara, Kabupaten Raja Ampat, calon kawasan konservasi di Perairan Maksegara, Kabupaten Sorong, perairan wilayah kelola MHA Moi Malaumkarta Raya, Kabupaten Sorong, serta perairan wilayah kelola MHA Werur Suku Byak Karon, Kabupaten Tambrauw.

Dokumentasi biota bawah laut yang hidup di ekosistem terumbu karang. Foto: YKAN.

Untuk Kawasan Konservasi Misool Utara dilakukan pengamatan pada 28 titik. Di Maksegara dilakukan pengamatan sebanyak sembilan titik, dan di Werur dilakukan pengamatan pada tujuh titik.

Kegiatan ini menjadi salah satu upaya efektif dalam menyediakan informasi untuk menilai efektivitas pengelolaan kawasan konservasi perairan.

Baca Juga  Wisata Gunung Bromo Mendadak Ditutup Total, Ada Apa?

Melalui monitoring ini para peneliti melihat kondisi terkini ekosistem terumbu karang, memantau kondisi terkini biomassa ikan, melihat kondisi terkini organisme yang hidup di dasar perairan, dan mengukur kondisi kesehatan perairan.

Profesor Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Universitas Papua, Roni Bawole mengatakan kondisi kesehatan karang yang meliputi tutupan karang dan biomassa ikan merupakan komponen penting untuk mengukur kualitas ekosistem karang dan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi.

“Data terkini dan tren kondisi terumbu karang merupakan salah satu ukuran keberhasilan dalam menerapkan sistem zonasi, dan digunakan untuk adaptasi terhadap rencana pengelolaan yang sedang dilakukan,” katanya.

Koordinator Monitoring Ekologi pada Program Sains untuk Konservasi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPMP) UNIPA, Habema Monim menambahkan, nantinya data hasil monitoring ini akan dianalisis untuk kemudian digunakan untuk mendukung pengelolaan yang lebih baik dan adaptif.

“Monitoring ini juga berguna sebagai informasi untuk menilai efektivitas pengelolaan kawasan konservasi,” ujarnya.

Manajer Senior Bentang Laut Kepala Burung YKAN Awaludinnoer menjelaskan, metode pengambilan data pada kegiatan ini mengacu pada “Protokol Pemantauan Terumbu Karang untuk Menilai Efektivitas Kawasan Konservasi Perairan”.

“Salah satu metode pengambilan sampel untuk penilaian kesehatan terumbu karang adalah metode Transek Foto Bawah Air atau Underwater Photo Transect (UPT). Metode UPT merupakan metode yang memanfaatkan perkembangan teknologi, baik teknologi kamera digital maupun teknologi peranti lunak komputer,” terang Awaludinnoer.

Tim monitoring, lanjut Awaludinnoer, akan mengambil data di lapangan berupa foto-foto bawah air, dan hasil foto tersebut akan dianalisis menggunakan peranti lunak komputer untuk mendapatkan data-data kuantitatif.

Menurut dia, data hasil monitoring ini digunakan juga sebagai rekomendasi percepatan penetapan kawasan konservasi perairan Maksegara, yang meliputi perairan di Distrik Makbon, Selemkai, Mega, dan Moraid yang berada di pesisir utara Kabupaten Sorong dan Kabupaten Tambrauw.

“Calon kawasan konservasi perairan Maksegara merupakan kawasan yang diinisiasi oleh Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong pada 2019, yang luasnya mencapai 135.300 hektare,” kata Awaludinnoer.

Related Articles

Back to top button