Istana Merespons Menkeu Purbaya soal Ogah Bayar Utang Whoosh Pakai APBN

Sakawarta, Jakarta – Pihak Istana merespons kabar penolakan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa untuk membayar utang proyek kereta cepat Whoosh memakai dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengaku, pemerintah tidak berencana menggunakan dana APBN untuk membayar utang Whoosh.
Prasetyo menjelaskan, pemerintah telah mendiskusikan langkah-langkah alternatif untuk mencari solusi pembiayaan agar proyek Whoosh tidak membebani APBN.
“Beberapa waktu yang lalu juga sudah dibicarakan untuk diminta mencari skema ya, skema supaya beban keuangan itu bisa dicarikan jalan keluar,” kata Pras sapaanya, usai rapat terbatas (ratas) di kediaman Presiden Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta, dikutip Selasa (14/10/2025).
Kendati demikian, ia menyebut soal utang Whoosh tidak termasuk dalam agenda pembahasan ratas malam kemarin.
“Malam ini tidak, malam ini tidak sempat. Whoosh bukan salah satu pembahasan malam ini,” ucapnya.
Prasetyo berpendapat, proyek Whoosh bermanfaat besar bagi masyarakat, terutama dalam meningkatkan konektivitas antara Jakarta dan Bandung.
Dalam hal ini, Pemerintah melihat potensi pengembangan jaringan kereta cepat sebagai bagian dari visi pembangunan transportasi nasional.
“Justru, kita ingin sebenarnya kan itu berkembang ya, tidak hanya ke Jakarta dan sampai ke Bandung, mungkin juga kita sedang berpikir untuk sampai ke Jakarta, ke Surabaya,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menolak penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.
Menurut Purbaya, utang tersebut berada di bawah pengelolaan BPI Danantara.
Terlebih, lanjutnya, sejak Maret 2025, negara tidak lagi menerima setoran dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN), karena dialihkan ke Danantara.
“Yang jelas saya sekarang belum dihubungi. Kalau di bawah Danantara mereka kan sudah manajemen sendiri, punya dividen sendiri yang rata-rata bisa (Rp)80 triliun lebih, harusnya mereka sudah di situ jangan di kita lagi (Kemenkeu),” ujar Purbaya.