Ekonomi

Ekonom Unand Beri Sejumlah Catatan Penting terkait RUU P2SK

Revisi RUU P2SK layak didukung bila memperkuat, bukan mengaburkan, fondasi stabilitas dan independensi BI.

Sakawarta, Jakarta – Ekonom Universitas Andalas (Unand) Prof. Dr. Syafruddin Karimi mendukung revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), dengan sejumlah catatan.

“Revisi RUU P2SK layak didukung bila memperkuat, bukan mengaburkan, fondasi stabilitas dan independensi Bank Indonesia (BI),” kata Syafruddin dalam keterangan resmi dikutip Senin (6/10/2025).

Menurut dia, Komisi XI DPR RI perlu mengunci rumusan mandat pro-pertumbuhan sebagai orientasi yang berdiri di atas tujuan stabilitas, dengan klausul tegas bahwa BI tetap memegang kemandirian tujuan dan instrumen.

“Batasi implementasi pada tiga domain BI—moneter, sistem pembayaran, dan makroprudensial agar naskah tidak bergeser ke kewajiban kredit terarah atau pembiayaan fiskal terselubung,” ujarnya.

Ia menekankan, perlu juga ditegaskan perbedaan “sinergi” dan subordinasi, koordinasi melalui KSSK tanpa mengikat pilihan instrumen.

“Jika pasal pemberhentian Dewan Gubernur oleh DPR diteruskan, tetapkan kriteria yang sempit, uji fakta independen, ambang persetujuan tinggi, dan akses uji yudisial untuk mencegah politisasi kebijakan,” ucap Syafruddin.

Dia menyarankan, perlu pasang rambu anti–fiscal dominance di masa normal yang dilengkapi dengan metrik akuntabilitas yang terukur inflasi sasaran, volatilitas kurs, transmisi suku bunga, kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), pengangguran serta pelaporan periodik.

Perlu jua, kata dia, standarkan protokol krisis berbasis trigger, kalibrasi toolkit makroprudensial pro-growth dengan batas risiko eksplisit.

“Pastikan keselarasan dengan UUD 1945 dan UU BI, sediakan ketentuan transisi yang jelas, dan terapkan strategi komunikasi announce-and-execute agar pasar tidak masuk mode wait and see. Dengan arsitektur seperti ini, perluasan mandat akan terbaca sebagai penguatan tata kelola, bukan risiko baru bagi rupiah,” katanya.

Selain itu, ia berpandangan, perlu ditambahkan ke RUU P2SK pasal yang mengandung usulan larangan kerja pascajabatan bagi mantan Dewan Gubernur (DG) dan Deputi Gubernur BI, patut dimasukkan untuk menutup risiko “revolving door” dan menjaga kepercayaan pasar.

“Praktik internasional memberi rujukan jelas: di Federal Reserve, senior examiner dilarang selama 1 tahun menerima kompensasi dari lembaga yang diawasi; hukum federal AS juga menerapkan larangan seumur hidup atas perkara spesifik yang pernah ditangani serta masa jeda 1 tahun bagi pejabat senior untuk melakukan komunikasi memengaruhi bekas instansinya,” kata Syafruddin,

Baca Juga  Sri Mulyani Akui APBN Defisit Rp21,8 Triliun pada Mei 2024

“ECB menerapkan cooling-off pada aktivitas pascadinas yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, sementara Inggris mewajibkan persetujuan independen atas ‘business appointments’ pascajabatan bagi pejabat senior,” ucapnya menambahkan.

Menurut dia, praktik ini memberi pola larangan berbasis risiko yakni entitas yang diawasi, perkara spesifik, dan kontak memengaruhi, lalu jangka waktu tegas, kewajiban pra-notifikasi, serta pengecualian sempit untuk akademik dan nirlaba dengan pagar pemisah.

“Dengan model ini, larangan ‘BI watch berbayar’ yang memanfaatkan informasi non-publik dapat dibatasi tanpa merampas kebebasan berpendapat, karena fokusnya pada komersialisasi akses dan pengaruh tidak semestinya, bukan pada analisis publik yang bersandar data terbuka,” katanya.

Syafruddin pun memberi usulan lain terkait RUU P2SK 2025 berupa:

Pasal 35A (baru)

(1) Mantan Gubernur, Deputi Gubernur, dan anggota DK lain dilarang selama 24 (dua puluh empat) bulan sejak berakhirnya jabatan:

a. menerima kompensasi dalam bentuk apa pun dari entitas yang berada di bawah pengawasan BI atau perusahaan induknya;
b. bertindak untuk atau mewakili pihak mana pun untuk memengaruhi kebijakan, perizinan, pengawasan, atau keputusan BI;
c. menjadi penasihat/ konsultan/ analis berbayar yang secara langsung memanfaatkan informasi non-publik BI.

(2) Larangan pada ayat (1) tidak berlaku untuk pengajaran, penelitian, atau posisi nirlaba yang tidak melibatkan akses/ pemanfaatan informasi non-publik dan tidak menimbulkan konflik kepentingan, dengan persetujuan tertulis Komite Etik independen.

(3) Mantan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terikat larangan seumur hidup untuk menangani atau mewakili pihak pada perkara spesifik yang pernah menjadi tanggung jawab langsungnya.

(4) Setiap rencana pekerjaan atau penugasan pasca-jabatan wajib dinotifikasi kepada Komite Etik; Komite dapat menetapkan pembatasan tambahan berdasarkan penilaian risiko.

(5) Pelanggaran terhadap pasal ini dikenai sanksi administratif, denda, diskualifikasi dari jabatan publik tertentu, dan, jika relevan, tuntutan pidana sesuai peraturan perundang-undangan.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian, persetujuan, dan pengawasan diatur dalam Peraturan BI dengan mengacu pada standar internasional tata kelola bank sentral.

Related Articles

Back to top button